Kawasan perkantoran di Singapura, lokasi kantor Pusat Kernel Oil Pte Ltd.

Kawasan perkantoran di Singapura, lokasi kantor Pusat Kernel Oil Pte Ltd.

JAKARTA – Nama Kernel Oil Pte Ltd tergolong baru di jagat perminyakan Tanah Air. Nama perusahaan asing asal Singapura ini baru mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan suap kepada Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini pada Selasa lalu.

Dari penelusuran Koalisi “Publish What You Pay” (PWYP), terungkap bahwa bisnis utama Kernel Oil adalah perdagangan minyak mentah (crude) dan kondensat, serta beberapa produk turunan dari olahan crude oil seperti bensin, minyak tanah, naftha, fuel oil, dan sebagainya.

Pada bisnis inti perdagangan minyak mentah (crude) dan kondensat, aktivitas utama Kernel Oil adalah membeli dan menjual kembali sesuai dengan jenis (grade) crude dan kondensat yang dibutuhkan oleh konsumen.

Sebagian besar minyak mentah dan kondensat yang diperdagangkan Kernel Oil, sesuai dengan jenis yang dihasilkan oleh lapangan-lapangan minyak dari kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) migas yang beroperasi di Indonesia.

Seluruhnya meliputi jenis minyak mentah dan kondensat utama Indonesia (benchmark crude) seperti Ardjuna, Belida, Cinta, Duri, Widuri, Attaka, dan Senipah kondensat. Juga jenis minyak mentah lainnya seperti Geradai, Walio Mix, Belanak, Mudi, maupun Bontang Return Condensate.

Sehingga, sebut PWYP, patut diduga kuat bahwa kasus suap Kernel Oil kepada Kepala SKK Migas, terkait dengan penjualan minyak mentah dan kondensat dari lapangan produksi KKKS di Indonesia.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas mengatakan, proses perdagangan minyak mentah di sektor hulu migas memang bisa dibilang tertutup. Jika proses penunjukan pihak ketiga saja rawan disuap, maka tidak menutup kemungkinan dalam proses jual belinya rawan praktek tranfer pricing yang merugikan keuangan negara, karena mengurangi potensi penerimaan yang seharusnya masuk ke rekening negara.

Firdaus menambahkan, Indonesia saat ini telah menjadi bagian dari negara yang menerapkan standar EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) secara global, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2010.

Dalam Perpres itu diatur, SKK Migas dan badan-badan Pemerintahan lainnya seperti Kementerian ESDM, Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan, serta perusahaan-perusahaan migas dan pertambangan yang beroperasi di Indonesia, wajib menyampaikan laporan pembayaran penerimaan negara kepada EITI Indonesia yang digawangi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)