President Chevron Geothermal and Power Operations, Isikeli Taureka (pegang mic) memberikan penjelasan tentang operasi panas bumi Chevron di Indonesia, kepada Wakil Presiden Boediono (tengah) dan Menteri ESDM Jero Wacik (berkemeja biru) di arena IIGCE 2013.

President Chevron Geothermal and Power Operations, Isikeli Taureka (pegang mic) memberikan penjelasan tentang operasi panas bumi Chevron di Indonesia, kepada Wakil Presiden Boediono (tengah) dan Menteri ESDM Jero Wacik (berkemeja biru) di arena IIGCE 2013.

JAKARTA – Setelah sukses di Jawa Barat, kini Chevron memulai babak baru kiprahnya dalam pengembangan potensi panas bumi Indonesia. Lewat anak usahanya, PT Jasa Daya Chevron, perusahaan energi asal Amerika Serikat ini mendapatkan penugasan dari pemerintah, untuk melakukan survei pendahuluan potensi geothermal di Gunung Geureudong, Nangroe Aceh Darussalam.   

Penugasan itu diserahkan secara simbolis oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik kepada Direktur PT Jasa Daya Chevron, Paul Mustakim, usai pembukaan even “Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2013” di Jakarta Convention Center, Rabu, 12 Juni 2013.

“Kami dengan segera menugaskan tim, untuk menindaklanjuti kegiatan survei pendahuluan ini dengan pemerintah daerah, sesuai dengan penetapan,” ujar Paul Mustakim usai menerima secara simbolis penugasan itu.

Penugasan itu sendiri, telah ditetapkan Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor: 1905/K/30/MEM/2013 tertanggal 5 April 2013. Surat itu menyebutkan bahwa survei dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik nasional, lewat penyelidikan di wilayah Gunung Geureudong, yang diperkirakan mempunyai potensi energi panas bumi yang layak dikembangkan.

Melalui penugasan ini, Chevron selama 12 bulan akan melakukan survei geologi, geofisika, dan geokimia di sekitar wilayah Gunung Geureundong seluas 108.500 hektar, yang lokasinya masuk dalam tiga kabupaten, yakni Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Aceh Utara.

 “Saat ini Chevron dalam persiapan sosialisasi terkait kegiatan survei ini kepada pemerintah daerah di ketiga kabupaten itu,” jelas Paul. “Sosialisasi kami targetkan akan selesai dalam dua bulan, dan setelah itu kami baru memulai studi pendahuluan untuk studi geologi,” imbuhnya.

Paul menjelaskan, studi geologi yang direncanakan itu, dijadwalkan bakal berlangsung selama empat bulan. Kegiatannya mencakup pengumpulan data-data batuan, pengambilan data-data koordinat lokasi, dan interpretasi citra satelit untuk mendapatkan potensi daerah lokal pemetaan lapangan.

Kegiatan survei geologi akan dilaksanakan berbarengan dengan survei geokimia dan geofisika, yang masing-masing diperkirakan akan memakan waktu selama empat bulan, dan delapan bulan. Pada kegiatan survei geokimia, akan dilakukan pengambilan sampel fluida, gas dan kondensat uap untuk daerah manifestasi panas bumi, yang dapat berupa mata air panas dan fumarole.

Pada kegiatan geofisika, kata Paul, Chevron akan melakukan pengukuran menggunakan gelombang elektromagnetik dari titik-titik tertentu. Hasil dari survei geologi, geokimia dan geofisika akan diproses dan dianalisa, guna mendapatkan perkiraan potensi energi panas bumi.

Survei Untuk Tentukan WKP

Paul pun menyebutkan, data dan analisa yang nantinya didapat dari survei pendahuluan ini, akan diserahkan kepada Kementerian ESDM untuk dipakai sebagai acuan menentukan wilayah kerja pertambangan panas bumi (WKP) yang kemudian dapat ditenderkan oleh pemerintah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 59 tahun 2007.

“Kami berharap hasil dari survei pendahuluan menunjukkan hasil yang baik, dan dapat dikembangkan secara komersial untuk mendukung kegiatan perekonomian di Provinsi Aceh,” kata Paul lagi.

“Chevron juga berminat dan meminta dukungan baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk  mengembangkan dan mengelola lapangan panas bumi Gunung Geureudong,  sesuai dengan Peraturan Pemerintah,” tambahnya.

Chevron sendiri telah mengembangkan panas bumi di Indonesia sejak awal 1980-an, dengan kapasitas total 647 Megawatt (MW). Yakni melalui Chevron Geothermal Salak Ltd berkapasitas 377 MW, dan Chevron Geothermal Indonesia Ltd sebesar 270 MW.

Pengembangan panas bumi membutuhkan jauh lebih sedikit lahan, dibandingkan pengembangan sumber energi lainnya. Kira-kira tidak lebih dari 10% bukaan lahan pada tambang batubara. Selain itu, panas bumi merupakan sumber energi ramah lingkungan, karena emisi yang dilepas ke udara sangat rendah serta tidak berbahaya.

Ditambah lagi, sistem produksi tertutup yang dilakukan dalam operasi panas bumi pada umumnya, mulai produksi hingga pemanfaatannya menjadi listrik, mencegah pembuangan limbah berbahaya ke lingkungan.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)