JAKARTA – Hingga kini PT PLN (Persero) belum menyerahkan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025  yang merupakan dokumen penting bagi pelaksanaan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah dicanangkan pemerintah. Revisi RUPTL bertujuan untuk mendorong investasi di bidang ketenagalistrikan yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Berly Martawardaya, pengamat energi dari Universitas Indonesia, mengatakan target menaikkan elektrifikasi dan rasio energi baru terbarukan (EBT/renewable energy) sangat terkait erat dengan RUPTL. Hal ini, kata dia, berdampak signifikan bagi investor.

“Harus terlihat disitu berapa target kenaikan tiap tahun dan dari mana. Dampaknya ke investor, terutama untuk menjalankan industri. Kalau bangun pabrik, nanti tidak ada listriknya, dan IPP renewable energy akan dibeli PLN enggak nih?” kata Berly kepada Dunia Energi, Rabu (18/5).

Hal senada disampaikan Faby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia Essential Services Reform (IESR), yang menyayangkan sikap PLN karena belum menyerahkan perbaikan RUPTL ke Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Baru kali ini RUPTL terlambat sekali diserahkan. Padahal rencana bisnis PLN itu dasarnya RUPTL. Keterlambatan RUPTL membuat investor wait and see,” tegas Faby.

PLN diberikan tenggat waktu menyerahkan perbaikan sebelum 20 Mei 2016. Jika melewati batas tanggal 20 Mei tersebut berarti Direksi PLN melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012.Perbaikan dan penyempurnaan RUPTL yang harus dilakukan PLN antara lain, porsi bauran energi dari energi baru terbarukan  yang harus sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pembangunan listrik perdesaan dan share PLN dengan IPP dalam proyek 35 GW.(RA)