JAKARTA– Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan memfasilitasi investasi dari penanaman modal existing di bidang smelter senilai US$ 612 Juta atau setara Rp 8,2 triliun terkait dengan beberapa kendala terkait kegiatan operasional mereka di Indonesia mulai dari mendapatkan bahan baku, masalah pajak dan insentif investasi, serta tenaga kerja. Franky Sibarani, Kepala BKPM, mengatakan pihaknya telah bertemu dengan perwakilan perusahaan serta induk perusahaan yang berpusat di Tiongkok.

Menurut Franky, induk perusahaan di Tiongkok memiliki sembilan perusahaan patungan di Indonesia termasuk pengembangan industri smelter dan PLTU di Morowali, Sulawesi Tengah. Investor terkait memiliki kapasitas produksi smelter nikel sebesar 300.000 ton dan PLTU dengan kapasitas mencapai 130 MW (2 x 65 MW). “Investasi yang dilakukan cukup penting, karena merupakan satu-satunya perusahaan di Indonesia yang mengolah ferronickel menjadi stainless steel,” ujar Franky dalam siaran pers.

smelter nikel

Investor Tiongkok sampaikan sejumlah kendala dalam operasional pembangunan smelter di Indonesia.

Franky mengatakan BKPM akan berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga teknis terkait untuk mencarikan solusi dari persoalan yang diidentifikasi dari pertemuan dengan perwakilan induk perusahaan. Dia mencontohkan, perusahaan kesulitan memperoleh bahan baku dari provinsi lain karena ada peraturan yang tidak memperbolehkan mengambil bahan baku dari satu provinsi ke provinsi lain.

“Kami akan mengusulkan kepada kementerian terkait agar pelarangan penjualan bahan baku hasil tambang antar provinsi dihapus, karena hal tersebut melanggar UU,” lanjutnya.

Selain itu, tambah Franky, terkait dengan persoalan kuota tenaga kerja asing yang menyamaratakan antara perusahaan yang investasinya kecil dan perusahaan yang investasinya besar, akibatnya banyak perusahaan-perusahaan besar melakukan investasinya secara bertahap. Franky mengatakan perusahaan memohon kepada Pemerintah Indonesia agar perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai investasinya besar dapat diberikan secara proporsional.

“Jadi harapannya yang investasinya lebih banyak mendapatkan kuota lebih besar. Ini akan kami komunikasikan dengan kementerian terkait,” katanya.

Bidang usaha smelter termasuk yang cukup diminati oleh investor asal Tiongkok. Beberapa investasi dari Tiongkok yang sedang dalam masa konstruksi merupakan investasi di bidang smelter. Selain di Morowali, tercatat terdapat investasi smelter dari Tiongkok di Bantaeng, Sulawesi Selatan senilai Rp 1,7 triliun.

Sementara industri smelter berdasarkan data realisasi investasi Januari–September 2015 di Indonesia mencapai angka Rp 12,1 triliun dari 170 proyek. 2 Tiongkok termasuk negara teratas yang mencatatkan nilai rencana investasi di Indonesia.

BKPM mencatat sepanjang 2015, pengajuan izin prinsip dari Tiongkok yang masuk ke BKPM mencapai angka Rp 277 triliun. Jumlah tersebut merupakan yang terbesar di atas Singapura sebesar Rp 203 triliun dan Jepang sebesar Rp 100 triliun.

 

Bom Thamrin

Merespons peristiwa ledakan dan penembakan yang terjadi di Jalan MH Thamrin, Jakarta yang terjadi Kamis (14/1) pekan lalu, Franky menyatakan bahwa hal tersebut tidak berpengaruh terhadap minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dalam pertemuan dengan beberapa calon investor potensial di Shanghai, Tiongkok, para investor mengemukakan bahwa secara umum keamanan di Indonesia masih terkendali. Terlebih investasi yang dilakukan oleh investor Tiongkok tidak terpusat di Jakarta.

“Para investor juga melihat kesigapan aparatur pemerintah baik kepolisian maupun aparat keamanan lainnya dalam menangani peristiwa yang terjadi di Jakarta tersebut. Para investor merespons positif statement dan langkah cepat yang diambil oleh Presiden,” tegasnya.

Franky juga menginstruksikan 8 (delapan) kantor perwakilan yang ada di luar negeri untuk berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri akan terus mengkomunikasikan perkembangan peristiwa serta kondisi keamanan di Indonesia kepada para calon investor maupun investor existing yang ada.

“Persepsi positif mengenai keamanan berinvestasi di Indonesia merupakan salah satu poin daya saing investasi Indonesia,” katanya. (DR)