JAKARTA – Pembuktian menarik atau tidak investasi di sektor minyak dan gas tidak hanya diukur dari keikutertaan perusahaan mengikuti lelang wilayah kerja (WK) migas,  melainkan juga dilihat dari kondisi real di lapangan. Proyeksi potensi terhadap kandungan yang ada di dalam geologi Indonesia turut memberikan andil dalam mendorong investasi di sektor hulu migas.

“Lebih baik tidak hanya sekadar fokus pada jumlah WKnya, tetapi jumlah potensi cadangan yang bisa ditambahkan dari lelang yang laku tersebut,” kata Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Insitute kepada Dunia Energi, Selasa (20/2).

Dia menilai target pemerintah bisa saja tercapai, yakni banyaknya WK migas yang laku pada saat dilelang. Namun, sedikitnya WK yang laku dengan penambahan cadangan migas lebih besar tentu jauh lebih baik dibanding lelang WK yang laku dengan jumlah banyak tetapi penambahan cadangannya tidak signifikan.

“Laku lima kalau signifikan menambah cadangan, saya kira lebih baik dari pada laku banyak tapi tidak signifikan nambah cadangan,” ungkap Komaidi.

Pada 2018, pemerintah telah merilis penawaran 26 WK migas. Kementerian ESDM berharap 50% dari yang WK yang ditawarkan bisa laku atau memiliki pemenang.

Menurut Komaidi, tren peningkatan harga minyak dunia bisa menjadi salah satu pendorong gairah investasi di sektor hulu. Di sisi lain pemerintah jangan tinggal diam menyerahkan segela sesuatunya ke faktor harga minyak. Konsistensi dalam menjalankan kebijakan dan implementasi berbagai masukan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga masih menjadi langkah yang patut diperhitungkan.

“Semoga seiring harga minyak yang mulai pulih investasi juga mulai membaik. Saya kira perlu konsisten dan mengakomodasi masukan KKKS. Apa yang mereka keluhkan dan minta perlu diberikan perhatian,” papar dia.

Bambang Istadi, Vice President Bini PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), mengungkapkan pembuktian yang paling nyata sebagai wujud menarik tidaknya investasi adalah dengan penemuan cadangan migas dalam jumlah besar.

“Kemudian data apakah menunjukkan penemuan besar nantinya ada atau tidak,” kata Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM, Senin (19/2).

Dia mencontohkan perubahan kondisi investasi migas di Guyana yang sebelumnya dianggap tidak menarik, tetapi setelah ditemukan cadangan besar maka keadaannya berubah menjadi 180 derajat.

“Kan sekarang ada penemuan terbesar dunia dari Guyana sekitar 10 miliar barel. Itu akan menarik investasi,” kata Bambang.

Selain itu, kebijakan pemerintah dalam penawaran lelang WK migas juga harus bisa bersaing dengan negara lain. Di Meksiko dan India misalnya, dari penawaran yang ditawarkan lebih dari 80% mendapatkan pemenang.

“Artinya negara lain sangat kompetitif dalam memberikan penawaran blok, sangat murah dan proses cepat. Untuk itu kita harus berkompetisi,” tandas Bambang.(RI)