JAKARTA – Kondisi industri minyak dan gas (migas) yang masih belum stabil akibat rendahnya harga minyak dunia masih berdampak hingga saat ini. Tidak hanya investasi, Sumber Daya Manusia (SDM) juga terkena dampak negatif.
Investasi hulu migas yang pada 2015 mencapai US$ 15,34 miliar, turun sekitar 27% menjadi US$ 11,15 miliar pada tahun lalu. Kondisi ini menimbulkan implikasi pada penurunan kegiatan operasi migas yang kemudian diikuti dengan pengurangan jumlah pekerja di perusahaan-perusahaan migas.

Hasbi A. Lubis, Board of Member Society Petroleum Engineers (SPE) Java Section, mengatakan terancamnya pekerjaan para ahli minyak bukan isapan jempol. Ini bisa dilihat dari penurunan signifikan anggota yang tergabung dalam SPE sejak 2014.

“Dalam tiga tahun terakhir, profesional member kita secara global turun sekitar 33 ribu orang dan tersisa 99 ribu orang,” kata Hasbi kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

Dia pun mengingatkan pemerintah bersama semua stakeholder terkait untuk membuat rencana jangka panjang mengatasi permasalahan SDM di sektor hulu migas.

“Apalagi sekarang ada perubahan skema bagi hasil dari PSC cost recovery ke PSC gross split akan kian mendorong kegiatan usaha hulu migas untuk lebih efisien. Ini tentu juga akan memberi pengaruh tambahan kepada penyerapan tenaga kerja,” ungkap Hasbi.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Indonesian Society of Petroleum Geologist (ISPG-IAGI), dampak anjloknya investasi terhadap pekerja migas mulai dirasakan sejak 2015. Penyerapan tenaga profesional di bidang geologis terus menurun seiring berkurangnya aktivitas di sektor migas. Dari 1.000 lulusan geologis dalam 10 tahun terakhir di tanah air, yang terserap hanya 10%. Bahkan untuk pekerja permanen di bawah 10%.

Tutuka Ariadji, Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengatakan saat ini waktu tunggu para lulusan bidang perminyakan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih lama. Padahal sebelumnya hanya butuh beberapa bulan.

Pekerja di sejumlah perusahaan migas juga semakin berkurang karena imbas efisiensi. Alhasil banyak profesional migas yang justru beralih profesi ke pekerjaan lain yang tidak sesuai dengan pendidikannya.

“Sejumlah besar pekerja migas sudah pindah ke sektor lain. Angkanya berbeda-beda dari satu perusahaan ke perusahaan lain,” ungkap Tutuka.

Menurut Ignatius Tenny Wibowo, Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA), saat ini perusahaan migas dihadapkan pada pilihan cukup kompleks, yakni memilih menghentikan operasi sementara atau mengurangi sebagian tenaga kerja. “Padahal sekitar 95%-98% tenaga kerja di sektor migas merupakan tenaga kerja lokal,” kata dia.

Tenny menambahkan kendati perusahan migas melakukan berbagai macam upaya, tetapi penurunan investasi sekitar 50% mau tidak mau akan memiliki dampak terhadap seberapa besar perusahaan dapat menyerap tenaga kerja yang baru dan mempertahankan tenaga kerja yang ada.

“Kita harus punya strategi yang benar. Untuk jangka pendek kita harus tetap memberikan kesempatan dengan cara informal misalnya dengan memberikan kesempatan magang selama enam bulan, sampai kunjungan lapangan dan kerja praktek. Namun yang harus kita pikirikan sekarang adalah untuk jangka panjangnya,” tandas Tenny.(RI)