JAKARTA – Realisasi investasi hulu minyak dan gas hingga semester pertama 2017 tidak mencapai angka batas aman atau 50% dari target. Hingga 30 Juni, investasi yang tercatat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) baru 29% dari target atau sebesar US$ 3,98 miliar yang terdiri dari US$ 3,96 miliar investasi di blok eksploitasi dan sisanya US$ 0,2 miliar di blok eksplorasi.

Padahal pemerintah menargetkan investasi yang masuk tahun ini sesuai Work Program and Budget (WP&B) untuk blok eksploitasi sebesar US$ 12,86 miliar dan blok eksplorasi sebesar US$ 0,94 miliar. Total investasi yang ditargetkan mencapai US$ 13,8 miliar.

Amien Sunaryadhi, Kepala SKK Migas, menyatakan hal utama yang menjadi penyebab masih lesunya minat investasi adalah harga minyak dunia yang belum sesuai dengan perhitungan keekonomian.

“Keinginan investasi sangat tergantung aspek kalkulasi keekonomian. Kalau harga minyak masih seperti sekarang, investor masih ragu-ragu untuk investasi, terutama di eksplorasi,” kata Amien di Jakarta, Kamis (6/7).

Amien mengakui faktor lain yang membuat belum menggeliatnya investasi adalah regulasi yang dibuat pemerintah. Namun regulasi yang dimaksud bukan yang dbuat pemerintah dalam setahun terakhir melainkan regulasi yang diterbitkan pada beberapa tahun ke belakang, seperti Peraturan Pemerintah No 79 tentang cost recovery dan pajak hulu migas yang telah direvisi pemerintah.

“Bukan terdampak dari regulasi pemerintah baru-baru ini. Mungkin regulasi yang dikeluarkan beberapa tahun sebelumnya itu iya, karena itu sudah didiskusikan berkali-kali dengan pelaku industri hulu migas,” ungkap dia.

Selain kedua faktor fundamental tersebut lambatnya investasi yang masuk pada semester pertama tahun ini juga disebabkan mundurnya beberapa proyek. Proyek yang seharusnya dilakukan pengadaan tahun ini baru bisa dilakukan pada semester kedua ataupun tahun depan.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan investasi masuk di sektor energi yang masuk sebesar US$ 43 miliar dan US$ 23 miliar di antaranya dari sektor migas.(RI)