JAKARTA – Permasalahan internal perusahaan yang disinyalir menjadi salah satu penyebab didepaknya Dwi Soetjipto dan Ahmad Bambang dari direksi PT Pertamina (Persero) akan menjadi tugas pertama yang harus ditangani Elia Massa Manik. Elia resmi ditetapkan menjadi orang nomor satu di Pertamina pada Kamis (16/3) lalu.

Fahmi Radhy, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, mengatakan Elia yang terlilih dari eksternal perusahaan bisa menjadi sosok yang tepat untuk menetralisir dugaan kuat perkubuan di direksi Pertamina.

“Pertama-tama yang harus dilakukan Elia adalah menyatukan kembali dua kubu matahari kembar hingga kembali menjadi solid,” kata Fahmi kepada Dunia Energi.

Setelah kembali meningkatkan soliditas dalam perusahaan, barulah Elia bisa melanjutkan sepak terjangnya yang dikenal baik dalam melakukam efisiensi dalam tubuh perusahaan. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir efisiensi menjadi salah satu andalan Pertamina, sehingga mencapai kinerja keuangan positif ditengah badai yang telah dialami industri migas.

Selain efisiensi yang harus terus melanjutkan perang terhadap mafia migas yang sampai saat ini mencoba masuk ke dalam tubuh Pertamina.

“Melanjutkan efisiensi di segala bidang. Efisiensi tidak semata menurun cost, tapi juga menutup celah bagi mafia migas untuk berburu rente di Pertamina,” kata Fahmi yang juga mantan Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas yang merekomendasika pembubaran Petral.

Dia menambahkan Elia jangan melupakan salah satu tugas utama Pertamina di sektor hulu yakni peningkatan produksi migas. Aktivitas Pertamina dengan melakukan ekspansi lapangan-lapngan minyak baru, baik di dalam maupun luar negeri harus tetap ditingkatkan. Selain meningkatkan produksi migas nasional, Pertamina sebagai National Oil Company (NOC) bertugas menambah cadangam migas nasional.

“Menggenjot produksi migas, baik di lahan dalam maupun lahan luar negeri dengan memanfaatkan teknologi,” ungkap Fahmi.

Untuk sektor hilir, selain tetap meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui penjualan berbagai varian bahan bakar, Pertamina juga diminta tidak melupakan amanat undang-undang untuk mengupayakan diversifikasi energi, baik itu BBM ataupun LPG.

Berbagai proyek besar utamanya di sektor pengolahan juga harus ditingkatkan pengawasannya agar tidak molor target pembangunannya. “Mempercepat pembangunan kilang minyak untuk menurunkan impor BBM yang biaya mahal,” kata Fahmi.

Jika berbagai upaya tersebut dilakukan secara serius maka dengan sendirinya kinerja perusahaan positif. “Upaya-upaya tersebut dilakukan secara simultan akan meningkatkan perolehan laba,” kata Fahmi.

Inas Nasrullah, Wakil Ketua Komisi VI DPR, mengatakan ketegasan yang kerap diterapkan Elia di berbagai perusahaan harus bisa diimplementasikan juga di Pertamina. Apalagi banyak kasus yang dulu melibatkan oknum mafia migas dan menggragoti Pertamina masih belum dituntaskan sepenuhnya. Misalnya saja dalam kasus Petral yang sampai sekarang masih belum diketahui dalangnya sehingga menyebabkan kerugian pada perusahaan dan negara.

“Petral harus diusut tuntas, Pak Elia kan dikenal ahlinya membereskan kasus-kasus seperti ini, itu harus dilanjutkan lagi,” tandas Inas.(RI)