JAKARTA – Kebutuhan fasilitas pengolahan minyak menjadi produk petrokimia dinilai sangat mendesak untuk segera dipenuhi di Indonesia. Pasalnya sampai saat ini keb

Kilang petrokimia PTT Global Chemical, induk usaha PTTPM, rekanan Pertamina asal Thailand.

utuhan berbagai produk petrokimia tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Suhat Miharso, Wakil Ketua Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia, mengatakan salah satu jenis petrokimia di Indonesia salah satunya adalah ethylene yang ketersediannya saat ini hanya bisa memenuhi setengah dari kebutuhan industri. Itu pun dipasok sebagian besar oleh satu perusahaan, yakni PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

“Patokannya ethylene itu sekarang kebutuhannya sekitar 1,6 juta ton per tahun yang dipenuhi Candra Asri, kira-kira baru 860 ribu ton per tahun,” kata Suhat saat ditemui dalam Indonesia Refining and Petrochemical Forum, Jakarta (7/3).

Menurut Suhat, diperlukan integrasi yang baik antara pembangunan fasilitas kilang dengan pengolahan petrokimia. Karena selama ini kebutuhan petrokimia industri di tanah air masih harus dipenuhi dari berbagai negara pemasok.

Adanya integrasi pembangunan kilang yang dilakukan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) akan membuat industri tidak perlu lagi mengimpor bahan baku yang mereka butuhkan.

“Jadi sekitar 800-an ton lagi kita impor dari Korea Selatan, Jepang Singapura dan Malaysia,” katanya.

Salah satu fasilitas yang tengah dikembangkan saat ini adalah kilang Tuban yang menjadi salah satu fasilitas kilang yang akan memproduksi petrokimiandalam jumlah besar. Bersama dengan dua kilang lain yang tengah dikembangkan, maka diperkirakan kapasitas produksi petrokimia akan baru meningkat dan memenuhi kebutuhan domestik pada 2025.

“Itu Candra Asri satu juta ton, , Lotte 10satu juta ton, serta Pertamina melalui kilang Tuban bisa satu juta ton. Jadi 2025 tambah tiga juta lagi. Itu sampai 2030 masih oke, tapi nanti setelah 2050 minus lagi,” tambah Suhat.

Indonesia memang dinilai harus bergerak cepat dalam pemenuhan petrokimia. Pasalnya kondisi saat ini pangsa pasar petrokimia terus meningkat sehingga pemenuhannya harus dilakukan dari luar negeri.

Menurut data Kementerian Perindustrian, untuk kawasan ASEAN produksi petrokimia Indonesia masih jauh dibandingkan dengan Singapura. Bahkan Thailand telah menghasilkan lima juta ton per tahun. Selain itu, kompetitor juga datang Malaysia dan Filipina yang saat ini juga tengah gencar mengembangkan kilang.

Dhany Prasetyawan, Senior Vice President Petrochemical Project Pertamina, mengungkapkan kompetisi pembangunan fasilitas kilang dan petrokimia jelas sedang terjadi. Karena itu Pertamina mengusung pembangunan dua kilang baru sekaligus, serta empat pengembangan kilang. Dengan strategi kilang minyak yang diintegrasikan dengan petrokimia, Pertamina yakin tetap akan bisa bersaing dengan perusahaan lain.

“Ada potensi persaingan, tapi kita tetap berjuang jika kita bangun kilang akan berkompetisi dengan teknologi. Harga juga akan kompetitif apalagi kebutuhan di indonesia juga masih tinggi,” tandas Dhany.(RI)