JAKARTA – Pemerintah tengah mengkaji rencana pemberian insentif bagi para pengembang energi baru terbarukan (EBT). Bahkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah membahas rencana tersebut dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Sebenarnya kita sudah diskusikan soal insentif bagi pengembang EBT, dengan kantor Wapres. Jadi, saat ini kita sedang menunggu keputusannya. Semoga dalam waktu dekat,” kata Maritje Hutapea, Direktur Aneka EBT Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM kepada Dunia Energi, akhir pekan lalu.

Maritje mengatakan, pemerintah berencana memberikan insentif berupa keringanan pajak perusahaan, pajak impor, serta kemungkinan untuk memberikan interest rate yang rendah.

“Jadi misalnya begini, dari bank-bank internasional bunganya tetap tujuh persen, tapi mereka (pengembang EBT) bisa tidak dikasih 3,5% dan sisanya itu ditanggung pemerintah,” ungkap dia.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mensahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2017 – 2026 dengan menerbitkan Keputusan Menteri ESDM (Kepmen ESDM) Nomor 1415 K/20/MEM/2017. Dalam RUPTL terbaru ini, target bauran energi untuk EBT naik dari sebelumnya 19,6% menjadi 22,5% pada 2025.

Revisi RUPTL juga menetapkan target terbaru infrastruktur ketenagalistrikan, mengoptimalkan pemanfaatan energi setempat untuk pembangkitan tenaga listrik serta pemilihan teknologi yang lebih efisien sehingga dapat menurunkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik.

Guna mencapai target yang telah ditetapkan, PT PLN (Persero) sebagai pemegang usaha ketenagalistrikan (PKUK) di Indonesia menerapkan beberapa strategi antara lain mengoptimalkan pembangunan EBT yang memiliki potensi besar yaitu pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Kemudian, memaksimalkan potensi EBT setempat untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia timur, lalu mengembangkan hybrid system untuk daerah – daerah yang sudah dipasok dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan jam operasi dibawah 12 jam perhari.

Strategi lain, mengembangkan smart griddan control system untuk meningkatkan penetrasi EBT dalam sistem PLN dan terakhir pemakaian biofuel untuk PLTD eksisting.

Hingga Desember 2016, dari total pembangkit yang sudah beroperasi sebesar 51.860 megawatt (MW), jumlah pembangkit EBT yang telah beroperasi adalah 6.003 MW atau setara dengan 12%.

“Semua kemungkinan-kemungkinan insentif yang menarik sudah kita diskusikan. Karena DPR kan bilangnya jangan kasih subsidi, tapi berikan saja insentif. Kemudian, kantor Wapres menginisiasi PP tentang percepatan pembangunan EBT, yang kita prioritaskan adalah soal insentif,” tandas Maritje.(RA)