JAKARTA – Rencana pemberian insentif khusus dalam rangka percepatan pengembangan sektor minyak dan gas (migas) di Blok Natuna dinilai sebagai salah satu langkah tepat. Pasalnya, dengan harga harga minyak dan gas yang rendah, investor banyak yang mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di sektor hulu

Inas Nasrullah Zubir, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura, mengatakan pemerintah tidak hanya fokus pada pemberian insentif, namun juga membuat suatu kebijakan yang bisa memastikan dan mengakomodir rencana percepatan pengembangan Blok Natuna.

“Yang harus dicermati adalah peraturan-peraturannya, apakah perlu diterbitkan aturan baru, terutama yang dapat menumbuhkembangkan perekonomian di Natuna,” kata Inas kepada Dunia Energi, Rabu (20/7).

Cadangan migas dalam jumlah besar serta letaknya Blok Natuna yang strategis di wilayah perbatasan membuat pemerintah gencar melakukan percepatan pengembangan.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan penandatanganan production sharing contract (PSC) di East Natuna, salah satu Blok di Natuna untuk produksi minyak ditargetkan bisa rampung pada tahun ini.

“PSC East Natuna kita harapkan untuk yang minyak bisa siap tahun ini,” kata Wiratmaja.

Menurut dia, minyak memang dipilih untuk dikembangkan lebih dulu dibanding gas karena lebih cepat. Sementara gas dengan kandungan CO2 yang masih tinggi dibutuhkan studi lebih lama serta teknologi baru untuk bisa diproduksi.

“Minyak bisa diambil  biar ada aktivitas disini. dalam tiga tahun bisa kita produksi dengan kapasitas antara 7 ribu-15 ribu barel per hari,” katanya.

Wiratmaja menambahkan Blok East Natuna diserahkan pengelolaannya kepada konsorsium PT Pertamina (Persero) bersama dengan Exxon dan PTT yang telah melakukan studi sejak Januari 2016. Sebelum onstream, studi sendiri ditargetkan akan rampung selama dua tahun.

“Sudah mulai dari Januari kemarin, jadi sudah enam bulan jalan. Dijadwalkan selama dua tahun, jadi masih 1,5 tahun lagi,” tandas dia.(RI)