JAKARTA – PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di pelabuhan batu bara Kelanis, Kalimantan Selatan.

“Sedang dicoba untuk kebutuhan kita dulu saja di pelabuhan sungai, masih trial. Kapasitasnya kecil,” ungkap Garibaldi Tohir, Presiden Direktur Adaro, kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

Ke depan, kata Garibaldi, perseroan tidak menutup kemungkinan dikembangkannya pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) untuk menyuplai listrik ke PT PLN (Persero). Hal ini seiring dengan komitmen perseroan sebagai perusahaan energi terintegrasi yang ingin berkontribusi terhadap proyek kelistrikan 35 ribu ribu megawatt (MW).

Dia menekankan perlunya dukungan penuh dari pemerintah sehingga pengembangan pembangkit EBT mampu menarik minat investor. Apalagi regulasi terkait pengembangan pembangkit EBT saat ini masih kurang menarik.

Insentif yang aktraktif harus diberikan, karena Indonesia harus berkompetisi dengan negara lain untuk mendatangkan investor.

“Misalnya, di Malaysia, pengembang solar panel dikasih harga 15 sen, di Thailand 16 sen, lalu di Fhilipina 17 sen, di Indonesia kasihlah harga segitu. Kalau di Indonesia ditentukan harganya 8 sen, siapa yang mau investasi. Menurut saya yang renewable masih belum ideal (harganya),” ungkap Garibaldi.

Adaro Energy melalui anak usahanya, PT Bhimasena Power Indonesia (BPI), saat ini telah memulai tahapan konstruksi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah, berkapasitas 2×1.000 MW, yang merupakan kerja sama pemerintah-swasta (KPS).

Pengadaan lahan PLTU Batang seluas 226 hektar seluruhnya telah selesai dilakukan. Adapun proses konsinyasi dengan menerapkan UU No. 2/2012 pada 12.5 ha sisa lahan PLTU, dari total 226 ha lahan yang dibutuhkan juga telah diselesaikan dengan baik, dan dokumen hasil pembebasan lahan telah diserahkan dari BPN kepada PLN pada 8 Desember 2015 lalu.

Selain itu, PT Tanjung Power Indonesia (TPI) juga telah menyelesaikan finalisasi pembiayaan (financial closing) pembangkit listrik batubara berkapasitas 2×100 MW di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Pembangunan pembangkit tersebut ditargetkan akan selesai dan bisa beroperasi pada semester pertama 2019.

Tanjung Power Indonesia merupakan perusahaan yang dibentuk oleh konsorsium PT Adaro Power, yakni anak usaha Adaro Energy, dengan perusahaan asal Korea Selatan, PT East-West Power Indonesia (EWPI). Total investasi untuk proyek TPI sekitar US$ 545 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun. Tanjung Power Indonesia telah menyelesaikan dan mendapat komitmen pembiayaan sekitar US$ 422 juta, termasuk fasilitas kontinjensi sebesar US$ 13 juta, dari enam bank komersial, yaitu Korea Development Bank, The Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, Ltd, DBS Bank Ltd‚ Mizuho Bank, Ltd, Sumitomo Mitsui Banking Corporation, dan The Hong Kong Shanghai Banking Corporation Limited.

Adapun pembiayaan proyek ini dilakukan melalui skema proyek finance. Dengan skema ini Korean Trade Insurance Corporation (KSURE) memberikan jaminan komperhensif sebesar kurang lebih US$ 400 juta.(RA)