JAKARTA – Pemberian insentif biodiesel diklaim mampu menghemat devisa negara hingga Rp14,83 triliun per tahun. Penghematan berasal dari hilangnya impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang mencapai 3 juta kiloliter (KL).

Dono Boestami, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), mengatakan seiring skema insentif biodiesel pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp21 triliun pada 2015-2017 untuk implementasi kebijakan mandatori biodiesel.

“Insentif biodiesel sumber dananya bukan dari APBN, sehingga negara tidak mengeluarkan uang untuk insentif. Dana yang digunakan dipungut dari perusahaan yang melakukan ekspor komoditas kelapa sawit,” kata Dono di Jakarta, Selasa (6/2).

Dono mengatakan dana yang dipungut dari perusahaan kelapa sawit kemudian dikelola BPDPKS dan digunakan kembali untuk pengembangan industri sawit, temasuk untuk penyaluran biodiesel. Pengembangan biodiesel merupakan kebijakan ketahanan energi nasional untuk menyelamatkan lingkungan dengan mendorong pengembangan energi terbarukan.

Selain penghematan, skema insentif juga terbukti mengurangi C02 dan menjadi bagian dari komitmen COP 21 Paris untuk memenuhi target nasional pengurangan emisi sebesar 29% (unconditional) dan 41% (dengan dukungan internasional) pada 2030.

“Tanpa penerapan kebijakan biodiesel Indonesia sulit memenuhi komitmen tersebut,” kata Dono.

Saat ini ada 19 produsen biodiesel yang menerima insentif. Besarnya insentif yang diberikan tergantung jumlah biodiesel yang disalurkan.

Menurut Dono, tanpa insentif penyaluran biodiesel sulit dilakukan perusahaan karena harga indeks pasar biodiesel lebih tinggi dibanding harga indeks pasar bahan bakar jenis Solar saat ini. Skema insentif juga dapat menaikkan taraf hidup petani sawit, karena dengan peningkatan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang mengikuti kenaikan harga CPO (crude palm oil), mengingat 41% lahan perkebunan dikelola petani swadaya. Jika hasil produksi petani ini tidak diserap melalui program biodiesel maka harga TBS bisa turun dan mengurangi pendapatan petani.

Pemberian insentif untuk biodiesel bersifat sementara, bahkan jika harga indeks pasar BBM jenis Solar naik dan menyamai harga indeks pasar biodiesel, maka tidak diperlukan lagi insentif. Pemberian insentif juga bisa dialihkan jika terdapat alternatif untuk menyerap hasil produksi CPO baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

“Dengan adanya dana pungutan, para petani juga mendapatkan program peremajaan sawit rakyat yang berdampak pada peningkatan produktivitas, sumber daya petani, dan Peningkatan kesejahteraan petani,” kata Dono.(RA)