Smelter pengolahan bijih tembaga PT Smelting Gresik di Jawa Timur.

JAKARTA – Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2013 tentang percepatan peningkatan nilai tambah mineral pertambangan di dalam negeri, mustahil dapat mendorong berdirinya smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) baru pada 2014.

Penilaian ini diungkapkan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Achmad Ardianto di Jakarta, Rabu, 6 Maret 2013. Satu hal yang mendasar, Inpres itu terlambat dikeluarkan, mengingat batas waktu pelaksanaan kewajiban mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri, jatuh pada 2014 tahun depan.

“Inpres ini mestinya terbit bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mewajibkan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri,” ujarnya.

Seperti diketahui, untuk pembangunan sebuah smelter, persiapannya saja membutuhkan waktu paling sedikit lima tahun. Sejauh ini, pembangunan smelter mineral banyak terkendala ketersediaan infrastruktur, lahan, keuangan, perizinan, dan skala keekonomian.

Berbagai kendala itu, kata Achmad Ardianto, adalah kendala klasik yang jelas tidak bisa diselesaikan dalam waktu satu tahun. Sementara Inpres 3/2013 hadir juga dengan perintah yang klasik, tanpa ada perintah “terobosan” yang mampu mengatasi berbagai kendala tersebut dalam waktu cepat.

Beberapa butir isi Inpres 3/2013 diantaranya;

Instruksi 2.1.E: melakukan evaluasi peraturan perundang-undangan dibidang mineral yang menghambat upaya percepatan peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Instruksi 2.2: Menteri Perindustrian agar menyusun peta jalan (Roadmap) industri yang berbasis mineral. Menurut Achmad Ardianto, butir ini merupakan bagian dari Kebijakan Mineral yang draft-nya sedang disusun PERHAPI.

Instruksi 2.4: Menteri Keuangan agar menetapkan kebijakan dibidang fiskal dalam rangka mendorong kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.

Instruksi 2.5: Menteri Dalam Negeri agar melakukan pembinaan dan pengawasan serta evaluasi, terhadap kebijakan perizinan oleh pemerintah daerah dalam rangka percepatan pembangunan pengolahan dan pemurnian mineral dan/atau infrastrukturnya.

Achmad Ardianto menyatakan, PERHAPI mendukung berbagai upaya pemerintah, dalam percepatan pelaksanaan nilai tambah mineral di dalam negeri. “Tapi ya perlu kami kasih tahu, Inpres ini sangat terlambat, dan pemerintah jangan seolah-olah sudah menuntaskan kewajibannya dengan menerbitkan Inpres ini,” tukasnya.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)