JAKARTA – INPEX Corporation dan Shell Upstrem Overseas Services Ltd, konsorsium perusahaan pengelola Lapangan Abadi, Blok Masela tetap berkomitmen melanjutkan pengembangan lapangan gas di Laut Arafuru, Maluku tersebut.

“Begitu pemerintah telah meberikan persetujuan terhadap revisi POD-1, yang tentunya sesuai dengan harapan kami, INPEX dan Shell akan segera melakukan perkerjaan tahap selanjutnya, yaitu masuk ke tahap FEED,” ungkap Usman Slamet, Senior Communication Manager Inpex Corporation, Kamis (17/3).

Namun, Usman menambahkan INPEX dan Shell akan selalu melakukan penyesuaian ketenagakerjaan sesuai dengan kebutuhan proyek. INPEX merupakan operator Blok Masela dengan kepemilikan 65% saham. Sisanya, dikuasai Shell 35%. Kontrak kerja sama pengelolaan blok akan berakhir pada 2028, namun hingga saat ini revisi PoD-nya belum disetujui pemerintah.

Satuan Kerja Khusus Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), sebelumnya menyebutkan karena sampai dengan Kamis, 10 Maret 2016 belum ada keputusan terhadap persetujuan Revisi rencana pengembangan (plan of development/POD) Blok Masela yang sudah diajukan sejak awal September tahun lalu, maka INPEX telah memutuskan untuk melakukan downsizing personil INPEX di Indonesia.“Downsizing direncanakan hingga menjadi 40 % dari total personil di Indonesia. SKK Migas mengkhawatirkan bahwa hal ini akan dapat menimbulkan lay off,” kata Amien Sunaryadi, Kepala SKK Migas.

SKK Migas juga menerima informasi dari Shell Indonesia bahwa CEO Shell telah meminta para engineer Shell di Belanda, Kuala Lumpur dan Jakarta yang semula bekerja untuk proyek Masela segera mulai mencari pekerjaan baru di internal Shell global.

Menurut Amien, INPEX Indonesia sebenarnya masih sangat mengharapkan keputusan persetujuan revisi POD dapat segera diberikan. Akan tetapi, INPEX Indonesia juga menyatakan bahwa seandainya keputusan tersebut diberikan saat ini dan yang diputuskan tersebut adalah pilihan yang sesuai dengan rekomendasi SKK Migas yaitu Offshore (FLNG), maka jadwal FID (Final Investment Decision) proyek Masela yang bernilai investasi lebih dari US$14 miliar akan mundur kurang lebih 2 tahun yaitu ke akhir 2020.

INPEX berencana menggunakan kilang LNG terapung. LNG yang diproduksi di kilang ini akan langsung dikirim ke pembeli dengan kapal tangki LNG. Untuk mendukung operasi kilang, Inpex berencana membangun basis logistik di Pulau Yamdena.

Sementara itu, Marwan Batubara, Direktur Eksekutif IRESS meminta pemerintah untuk bekerja independen serta tetap menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia dalam pengembilan keputusan pengembangan Blok Masela. Amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara dan rakyat harus menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan. “Presiden Jokowi harus membebaskan proses pengambilan keputusan dari berbagai intervensi dan tekanan yang datang dari berbagai pihak di luar pemerintahan,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

Dari berbagai data dan informasi yang terbuka diakses publik dan sumber-sumber yang terpercaya, IRESS telah melakukan kajian tentang perhitungan biaya pengembangan Blok Masela secara tekno-ekonomis. Dari kajian tersebut diperoleh bahwa biaya pengembangan Masela melalui Skema Onshore diperkirakan 15%-20% lebih murah dibanding Skema Offshore.

Hal berbeda diungkap SKK Migas yang menyebutkan keuntungan negara yang diperoleh dari produksi gas melalui Kilang Floating Liquified Natural Gas (FLNG) Blok Masela yang dibangun di tengah laut (offshore) mencapai US$51 miliar. Sementara itu, pendapatan negara yang diperoleh jika kilang di bangun di darat (onshore) hanya sebesar US$39 miliar dalam jangka waktu 24 tahun.(RA)