JAKARTA – Keputusan pemerintah  membentuk induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor migas yang menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menjadi bagian PT Pertamina (Persero) diproyeksikan akan memberikan efek ganda, baik bagi perusahaan maupun terhadap harga gas di Indonesia.

Edi Saputra, Senior Analyst Wood Mackenzie, mengatakan bagi sisi kondisi harga gas penyatuan dua entitas terbesar dalam bisnis gas di Indonesia ini dapat mendorong perubahan struktur pembentukan harga gas seperti yang diinginkan pemerintah selama ini.

“Pemerintah itu berusaha menerapkan mekanisme penyatuan harga, di mana akan mencampur harga dari beragam sumber pasokan,” kata Edi dalam laporan kajian pembentukan holding yang diterima Dunia Energi, Kamis (1/2).

Dengan adanya perubahan mekanisme dalam penetapan harga maka diyakini harga gas akan lebih kompetitif dan bisa lebih stabil bagi konsumen. Disparitas harga gas dari wilayah satu ke wilayah lain juga bisa diminimalisir karena adanya penyatuan berbagai fasilitas dan infrastruktur milik Pertamina dan PGN.

Menurut Edi, niat pemerintah meningkatkan penggunaan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) juga bisa terwujud dengan adanya holding.

“Ini akan membantu mengurangi fluktuasi harga pada pelanggan dan juga mengakomodasi kenaikan penggunaan LNG dengan harga lebih tinggi. Tanpa penggabungan, kebijakan ini tidak bisa sepenuhnya dilaksanakan,” papar dia.

Disisi lain, bagi perusahaan dampak dari holding adalah kemampuan pemasaran gas, baik Pertamina maupun PGN akan jauh lebih besar. Pertamina misalnya dapat memanfaatkan basis pelanggan PGN yang luas untuk memperluas jangkauan dan pemasarannya.

Edi dalam kajiannya menyebutkan bahwa saat ini Pertamina berada di risiko overcontracted di LNG. Adanya holding tentu memberikan kepastian adanya konsumen atau penyerap gas.

Pertamina juga bisa memanfaatkan fasilitas Floating Storage Refinery Unit (FSRU) Lampung milik PGN yang selama ini tidak optimal pengelolaannya untuk meningkatkan kemampuan regasifikasi.

“Penggabungan usaha ini akan memberikan akses kepada pelanggan industri utama PGN yang meringankan risiko kelebihan pasokan,” ungkap dia.

Namun demikian Edi mengingatkan tidak semua dampak dari pembentukan holding positif. Holding berpotensi menciptakan aksi monopoli, sehingga cita-cita pemerintah untuk adanya persaingan bisnis secara sehat tidak akan terwujud. Untuk itu diperlukan regulasi tambahan untuk mencegah hal tersebut.

Holding migas juga akan menciptakan perusahaan terpadu yang besar secara keseluruhan rantai nilai gas dari hulu, ke tengah dan hilir.

Hal ini dapat menghambat persaingan di pasar, dan akan bertentangan dengan langkah menuju liberalisasi pasar yang lebih besar di Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand dan Malaysia.

“Langkah-langkah peraturan tambahan diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan monopoli untuk memastikan akses yang adil dan tidak terbatas untuk pemain lainnya. Jika tidak diimplementasikan, bisa membatasi pilihan pemasaran dan negosiasi untuk pemain hulu,” kata Edi.(RI)