KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada pengujung November atau awal Desember 2017 bakal mengumumkan kinerja perusahaan yang dinilai dalam Program Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper). Proper merupakan program unggulan Kementerian Lingkungan Hidup yang berupa kegiatan pengawasan dan pemberian insentif dan atau disinsentif kepada penanggung jawab usaha dan / atau kegiatan. Pemberian penghargaan Proper bertujuan mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency) melalui integrasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, penerapan system manajemen lingkungan, 3R, efisiensi energi, konservasi sumber daya, dan pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat melalui program pengembangan masyarakat.

Kriteria Penilaian Proper tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan. Secara umum peringkat kinerja Proper dibedakan menjadi lima warna Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam. Kriteria ketaatan digunakan untuk pemeringkatan biru, merah dan hitam, sedangkan kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) adalah hijau dan emas. Adapun aspek ketaatan dinilai dari pelaksanaan dokumen lingkungan (Amdal/UKL-UPL), upaya pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan penanggulangan kerusakan lingkungan khusus bagi kegiatan pertambangan.

DR Risna Resnawaty, pakar tanggungjawab sosial perusahaan (Corporate social responsibility/CSR) yang juga Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran, menilai Proper masih sangat relevan dengan tren global pelaksanaan CSR. Apalagi, tujuan Proper adalah meningkatkan peran perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan sekaligus menimbulkan efek stimulan dalam pemenuhan peraturan lingkungan dan nilai tambah terhadap pemeliharaan sumber daya alam, konservasi energi, dan pengembangan masyarakat.

 

DR Risna Resnawaty, pakar CSR Unpad. (Dok pribadi)

Menurut Risna, Proper didesain untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif dan disinsentif. Insentif dalam bentuk penyebarluasan kepada publik tentang reputasi atau citra baik bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik. Ini ditandai dengan label Biru, Hijau dan Emas.

Untuk mengetahui lebih jauh arti penting Proper bagi perusahaan dan pemerintah, berikut wawancara  Dunia-Energi dengan Risna, yang merampungkan studi doktor di bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Indonesia dengan disertasi bertitel “Model Intervensi Community Development dalam Implementasi Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Tambang (Studi Kasus pada Perusahaan Tambang Batubara BUMN dan Implikasinya terhadap Keberdayaan Masyarakat di Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan)”. Berikut petikannya.

Bagaimana Anda menilai pelaksanaan Proper oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan?
Berkaca pada penilaian Proper 2016, ada 1.895 perusahaan yang mengikuti penilaian ini. Dari jumlah yang demikian banyak, hanya 12 perusahaan yang mampu mencapai Proper Emas. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagai Proper bukan main-main prestisiusnya bagi perusahaan. Saat ini peraturan yang dipakai sebagai standar penilaian Proper bagi perusahaan yang dilakukan oleh KLHK pada 2016-2017 ini mengacu pada Kepmen KLH No 3 Tahun 2014. Kita pahami bahwa terdapat tiga aspek penilaian utama dalam Proper adalah sistem pengelolaan lingkungan hidup, efisiensi pemanfaatan sumber daya, dan pengembangan masyarakat (community development). Tiga aspek ini mencerminkan ciri pembangunan yang berkelanjutan. Perusahaan tidak boleh lagi hanya berfokus pada pencapaian profit, namun harus memperhatikan lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Penilaian Proper masih relevan dengan kondisi saat ini?
Masih sangat relevan dengan tren global pelaksanaan CSR dekade ini, saat seluruh dunia usaha mencari solusi atas perubahan perubahan iklim, pemanasan global, krisis energi dan sumber daya, disaster, kerawanan pangan, dan sebagainya. Proper bisa dibilang guidance bagaimana perusahaan dapat bertindak untuk turut berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan. Proper juga bisa dikatakan sebagai sebuah tools untuk menganalisis seberapa banyak perusahaan ikut serta bersama-sama pemerintah mencapai target SDG’s. Peer selanjutnya adalah jika pemerintah mampu memberikan penghargaan terhadap perusahaan yang mendapatkan Proper Emas, secara adil pemerintah juga harus memberikan sanksi serius terhadap perusahaan yang membandel.

Banyak perusahaan yang mengikuti Proper. Kerap juga terjadi peningkatan status dari Proper Biru ke Hijau, Hijau ke Emas. Bagaimana Anda melihat peningkatan “status” Proper yang peroleh sebuah perusahaan?
Saya pernah melakukan evaluasi dalam pelaksanaan CSR bagi perusahaan tambang maupun migas yang saat ini mendapatkan Proper Emas, upaya yang dilakukan untuk menyabet Proper Emas memang bukan main-main. Sejauh ini perusahaan yang mendapatkan Proper Emas adalah yang betul–betul memiliki dan menjalankan komitmen untuk melakukan usaha yang green and clean, dalam arti mengelola dengan baik dampak dari pelaksanaan operasinya (dampak lingkungan) serta melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan yang terencana, terlaksana serta transparan. Saat ini hasil dari penilaian Proper (tahun 2016) menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan berada dalam kriteria Proper Biru (sebanyak 1.422 perusahaan), bisa dikatakan potret ketaatan perusahaan terhadap pembangunan lingkungan baik secara fisik dan sosial berada di middle range, masih sebatas taat, namun belum membawa dampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dari tiga aspek yang menjadi kriteria penilaian, mereka yang mendapatkan

Apa parameter keberhasilan program tanggungjawab sosial dan lingkungan oleh sebuah korporat sehingga perlu diganjar dengan Proper Emas?
Perusahaan yang mendapatkan Proper adalah perusahaan yang menjalankan CSR-nya lebih dari yang diekspektasikan.Tentu peningkatan status Proper selama satu tahun terakhir ini dicapai oleh perusahaan yang memiliki komitmen terhadap perubahan masyarakat dan lingkungan. Namun tidak hanya itu, komitmen ini dijalankan dengan konsisten, segenap usaha dan inovasi. Dalam Permen KLH No 4 Tahun 2014 terdapat kata kunci siapa yang berhak mendapatkan Proper Emas, yakni mereka yang memiliki komitmen dan konsistensi menjalankan bisnis yang beretika. Dari ribuan perusahaan pada 2016 yang berhasil mencapai Proper Emas hanya 12 perusahaan. Artinya, mereka itulah yang berhasil menjawab tantangan dengan keunggulan baik pada upaya menjaga mutu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dengan berbagai innovasi secara konsisten. Tentu bukan sebuah upaya yang mudah, sebab seperti yang kita tahu bahwa jika suatu perusahaan tahun ini mendapatkan emas, bisa jadi tahun depan malah turun peringkat. Proper Hijau diberikan pada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan peraturan (beyond compliance), biasanya diberikan pada perusahaan yang melakukan inovasi, membuat program-program pemberdayaan yang unggul. Sedangkan Proper Emas diberikan pada perusahaan yang terus melakukan hal tersebut secara konsisten tanpa jeda. Artinya, yang mendapatkan Proper Emas sudah lebih dari sekadar taat, tapi inovatif dengan sebaran manfaat yang jauh lebih luas, dan juga kata kuncinya tadi konsistensi.

Apakah keberhasilan program CSR, apalagi hingga mendapatkan Proper Emas, membutuhkan seorang “local hero”?
Sebuah kegiatan CSR dapat dikatakan berhasil jika program yang dilakukan oleh perusahaan betul-betul mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam berbagai dimensi kehidupan. Dimensi ekonomi untuk mewakili peningkatan pendapatan, dimensi sosial untuk melihat kemampuan akses terhadap sistem sumber pendidikan, kesehatan, dimensi politik untuk mengukur kontribusi masyarakat dalam pembangunan melalui partisipasi aktif, dimensi lingkungan untuk pelaksanaan CSR dengan berbagai upaya peningkatan kualitas lingkungan seperti reboisasi, reklamasi, bahkan sekarang bukan lagi era zero waste tapi positif waste. Limbahnya dikelola menjadi manfaat. Local hero mulai dikenal sejak 2014, yang menjelaskan bahwa dalam sebuah komunitas pasti memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara maksimal di antara sekelumit permasalahan yang ada. Salah satu potensi dari masyarakat adalah sumber daya manusia. Local hero ini adalah orang atau kelompok masyarakat. Dalam pelaksanaan CSR seringkali kita menemukan terdapat anggota masyarakat yang mampu menjadi motor dalam pembangunan di daerahnya. Mereka ini biasanya yang memiliki energi sangat besar untuk menyelesaikan masalah di wilayahnya bahkan pengembangan masyarakat secara mandiri.

Siapa “local hero” yang dimaksud?
Biasanya local hero ini menjadi penggagas program, bisa jadi mereka sudah ada sebelum perusahaan melaksanakan intervensi, namun bisa juga mereka lahir setelah perusahaan melaksanakan program CSR. Local hero adalah wujud dari partisipasi masyarakat, perlu diberikan apresiasi dan terus ditingkatkan kapasitasnya sehingga mampu menjadi kebanggaan dari masyarakat setempat. Selanjutnya diharapkan local hero ini bukan lagi keunggulan yang memberi manfaat secara individu untuk diri yang bersangkutan, namun bagi masyarakat sekitarnya.

Apakah “local hero” bisa dimunculkan oleh perusahaan atau yang sudah eksis sebelumnya di masyarakat?
Local hero pada prosesnya dapat ditemukan saat perusahaan melakukan assessment terhadap masyarakat di wilayah di mana kegiatan CSR dilakukan. Bisa jadi secara individu local hero ini sudah eksis melakukan kegiatan pengembangan masyarakat secara mandiri, atau gemar melakukan inovasi untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Namun local hero bisa juga merupakan hasil dari bentukan pihak perusahaan. Untuk bentuk kedua, local hero ini tentunya dibutuhkan investasi waktu dan biaya yang tidak sedikit. Perlu rangkaian pelatihan, upaya penyadaran, membuka wawasan, memberikan peluang dan melakukan stimulasi agar potensi dari local hero ini muncul.

Apa bentuk pembinaan yang harus dilakukan perusahaan agar “local hero” dapat terus mendukung program CSR perusahaan?
Local hero adalah orang setempat yang sudah dikenal masyarakat, Biasanya local hero memiliki kemampuan dalam bidang tertentu, misalnya dalam membangun aksi kolektif bersama kelompoknya membudidayakan tanaman pangan, atau melakukan usaha secara inovatif yang mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya. Local hero ini dapat dimaksimalkan potensinya untuk mengajak masyarakat lain untuk turut berpartisipasi dan mengikuti jejaknya. Pelaksanaan CSR yang baik tentu harus mampu membangun dan mengembangkan kapasitas mereka secara maksimal dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap sehingga pembinaan local hero secara langsung maupun tidak langsung menjadi bagian dari kegiatan CSR perusahaan. Sebagai contoh seorang local hero dalam bidang pertanian dapat terus dibina dari sisi keterampilan melalui pelatihan yang mengenalkan mereka pada teknologi terbaru, dari sisi pengetahuan bisa diberikan pendidikan formal maupun informal seperti diikutsertakan dalam simposium maupun seminar mengenai bidang yang dia tekuni, dan secara sikap dapat dilatih menjadi local leader yang dapat menularkan semangat dan inovasinya pada anggota masyarakat yang lain.

Sudah dua tahun pelaksanaan Proper, Pertamina menguasai raihan Proper Emas. Tahun lalu dapat tujuh dari 12 Proper Emas yang diberikan KLHK. Tanggapan Anda?
Keberhasilan meraih Proper Emas tentu bukan hal yang mudah perlu upaya yang sungguh-sungguh, ketekunan, komitmen, kerja keras, inovasi. CSR merupakan wujud dari etika bisnis yang sehat, dalam pelaksanaannya didasari oleh norma dan nilai yang dimiliki perusahaan. Menurut pendapat saya kata konsistensi menjelaskan bagaimana sebuah perusahaan berhasil mendapatkan Proper Emas. Sebuah konsep Sosiologi menyatakan bahwa konsistensi lahir dari kebiasaan yang terus menerus dilakukan, menjadi sebuah sikap. Sikap tersebut akan melembaga menjadi budaya. Sebuah perusahaan yang memiliki budaya konsisten ini secara didasari akan menghasilkan tindakan atau serangkaian aktivitas. Jika tindakan ini kita anggap sebuah program, idealnya program yang dihasilkan terus menerus unggul. Dari mulai perencanaan, pelaksanaan programnya, monitoring dan evaluasinya dilakukan unggul.

Apa upaya Pertamina untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan raihan Proper Emas tersebut? Bukankah implementasi program CSR dan pengelolaan lingkungan hidup itu dilakukan oleh unit bisnis/anak usaha Pertamina?
Ketika melihat satu perusahaan menjadi juara dalam Proper, perusahaan yang lain tentu akan ikut melakukan perbaikan dan tidak berhenti menciptakan inovasi. Jika semua sudah melakukan inovasi tentu yang awalnya bagus menjadi biasa saja. Perusahaan tersebut harus melakukan inovasi lagi, membuat program yang lebih unggul lagi. Sebuah program CSR yang unggul akan tercipta dari data yang akurat tentang kondisi masyarakat maupun isu-isu lokal dan global. Hal ini bisa dilakukan dengan terus menerus update informasi mengenai tren CSR secara regional maupun internasional, melakukan update data sosial mapping karena masyarakat terus menerus berubah dari waktu ke waktu, melakukan dialog dengan masyarakat, membuka peluang kerjasama dengan stakeholder lain, serta pelaksanaan CSR oleh personel yang memang memiliki jiwa pada bidang tersebut. Intinya don’t pause, everybody’s running. Sebenarnya CSR dilakukan oleh unit bisnis/anak perusahaan atau perusahaan itu terkait dengan kebijakan internal perusahaan. Pengelolaan CSR memiliki beberapa tipe, ada yang dilakukan mandiri, ada yang bergabung dengan konsorsium, ada yang memiliki yayasan, ada pula yang dilakukan oleh anak perusahaan. Semuanya bergantung pada manajemen perusahaan tersebut. Poin utamanya lebih kepada bagaimana pelaksanaan programnya, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana sebaran manfaatnya, serta bagaimana pelaporannya.

Apa poin penting bagi perusahaan untuk dapat Proper Emas? Penekanan pada CSR atau pengelolaan lingkungan?
Sebenarnya penekanan penilaian Proper utamanya adalah menjaga baku mutu lingkungan. Sebuah referensi menyatakan bahwa Proper memakai sistem penilaian kombinasi, yaitu compliance and beyond compliance (taat dan melebihi taat). Sistem compliance dilakukan pada tingkat proper hitam, merah dan biru. Sedangkan sistem penilaian beyond compliance digunakan untuk menentukan Proper Hijau dan Emas. Perusahaan yang mendapat Proper Biru memiliki arti bahwa mereka telah mampu memenuhi regulasi baku mutu lingkungan hidup. Aspek CSR melalui program pengembangan masyarakat mulai menjadi salah satu indikator penilaian dalam Proper Hijau. Aspek ini menyumbang poin sekitar 12,5% dari keseluruhan nilai proper hijau. Namun, kontribusi aspek CSR ini semakin meningkat untuk meraih Proper Emas. Jika CSR-nya bagus maka perusahaan tersebut layak mendapatkan emas. Aspek CSR ini masuk dalam ketentuan penilaian beyond compliance merupakan bentuk advokasi mengarusutamakan isu sosial dalam bisnis.

Untuk perusahaan yang sudah tiga kali berturut mendapatkan Proper Emas, apa tidak sebaiknya tidak diikutsertakan dalam penilaian Proper. Cukup dilihat klausul persyaratannya saja sehingga tahun berikutnya otomoatis mendapatkan Proper Emas. Tanggapan Anda?
Proper ini seperti sertifikasi yang terwujud dalam warna Hitam, Merah, Biru, Hijau, dan Emas. Menurut saya perusahaan manapun setiap tahun perlu mendapatkan kesempatan untuk turut berpartisipasi dalam Proper. Bagi perusahaan-perusahaan yang dinyatakan sudah layak mendapatkan proper Biru, Hijau dan Emas memiliki tanggungjawab untuk senantiasa menjaga sistem produksinya karena masyarakat juga turut mengawasi kesesuaian antara warna proper yang didapat dan realitas yang ada. Sedangkan perusahaan yang mendapat Proper Hitam atau Merah akan mendapatkan sanksi dari pemerintah dan dari masyarakat lokal maupun global karena tidak mencerminkan sebagai perusahaan yang menjungjung etika bisnis yang baik. Proper ini dapat menjadi tolak ukur atau kontrol bagi pemerintah maupun perusahaan, dengan demikian meskipun sudah juara berkali-kali masih tetap perlu ikut dalam penilaian Proper. Yang perlu diukur adalah apakah Proper Emas ini memberikan juga return yang bagus selain secara reputasi terhadap perusahaan. Sebab perusahaan mau tidak mau, suka tidak suka memiliki profit motive. Jika memiliki dampak yang bagus, tentu perusahaan tidak keberatan jika harus mengikuti penilaian proper dan melakukan upaya peningkatan peringkat dari waktu ke waktu. (DR)