JAKARTA – Jelang pergantian tahun industri hulu migas Indonesia diberikan angin segar dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Beleid anyar tersebut memuat beberapa insentif fiskal yang diberikan pemerintah bagi kontraktor yang menggunakan skema kontrak gross split.

Ada tiga poin utama tentang perlakuan pajak bagi kontraktor. Pertama, dalam pasal 6 disebutkan biaya operasi mencakup kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan kategori lainnya yang telah dikeluarkan dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Adapun, biaya dalam kategori lainnya termasuk biaya pemindahan migas dari titik produksi ke titik serah, biaya kegiatan pascaoperasi dan biaya pemasaran.

Kemudian, biaya penggantian investasi kepada kontraktor sebelumnya jika masa kontrak berakhir dan biaya lain yang terkait dengan kegiatan operasi perminyakan seperti diatur dalam pasal 5.

Selanjutnya adalah tentang mekanisme tax loss carry forward atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) selama 10 tahun yang diatur di dalam pasal 18 ayat 2.

Penangguhan PPh ini terkait masa-masa awal eksplorasi sebelum ada produksi migas. Dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun. Penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian.

Insentif berikutnya bisa diatur di pasal 25 hingga pasal 27 yang mengatur tentang insentif perpajakan. Dalam Pasal 25 disebutkan bahwa terdapat fasilitas fiskal yang bisa didapatkan kontraktor pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai mulai produksi.

Pertama, pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan selama kegiatan operasi. Kedua, pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang terutang terkait perolehan barang atau jasa kena pajak, impor barang kena pajak, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

Ketiga, tidak dilakukan pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk sebagaimana dimaksud ayar 1 huruf a. Terakhir, pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 100% dari pajak yang terutang.

Fasilitas perpajakan yang telah diberikan yang peruntukannya tidak dalam rangka operasi perminyakan wajib dibayar. Kemudian, pemberian fasilitas diatur dalam peraturan menteri.

Dalam hal pada eksploitasi terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas untuk digunakan kontraktor lainnya berdasarkan prinsip cost sharing atau penggunaan fasilitas bersama. Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang dialokasikan secara proporsional.

Lalu, pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat tidak dilakukan pemotongan PPh dan tidak dikenai PPN.

Pemerintah diminta tidak terlalu jumawa dengan telah diterbitkannya regulasi pajak gross split. Pasalnya PP tersebut hanya sebagai instrumen pendukung bukanlah faktor utama yang bisa menunjang peningkatan investasi migas di tanah air.

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti menyatakan terbitnya PP tersebut patut diapresiasi karena memuat beberapa insentif yang selama ini disuarakan kontraktor migas yang beroperasi di Indonesia. Akan tetapi bukan berarti dengan serta merta para kontraktor langsung tertarik untuk berinvestasi karena banyak variabel yang mempengaruhi keputusan berinvestasi.

“Keputusan untuk investasi itu variabelnya banyak, seperti kredibilitas pemeritah dan aturan main atau kebijakan,” kata Pri kepada Dunia Energi, Jumat (29/12).

Menurut dia, jika aturan main dalam berbisnis sering berubah, meskipun sudah dikeluarkan aturan baru yang memberi banyak insentif, tetap masih ada kemungkinan bisa tidak dipercaya investor dan mereka tetap tidak berinvestasi.

“Kebijakan tetap harus konsisten, PP pajak gross split kan hanya salah satu elemen fiskal di dalam gross split itu sendiri,” tandas Pri Agung. (RI)