JAKARTA– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membuat aturan khusus terkait harga batu bara untuk dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Batu bara DMO untuk bahan bakar pembangkit listrik akan dibanderol dengan harga khusus dan tidak ditetapkan berdasarkan harga pasar.

Harga khusus tersebut menggunakan formula biaya produksi plus margin keuntungan untuk produsen batu bara. Ini merupakan usulan dari PLN dan sudah disetujui Menteri ESDM Ignasius Jonan pada pekan lalu.

Terkait rencana tersebut, Direktur Utama PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resouces Tbk (BUMI), Ido Hutabarat, mengatakan Arutmin mendulung program pemerintah dalam penyediaan batubara untuk pembangkit dalam negeri. “Arutmin adalah salah satu pemasok terbesar batu bara untuk PLN,” ujar Ido kepada Dunia-Energi, Selasa (12/9) malam.

Ido menjelaskan, harga jual batubara Arutmin ke PLN mengikuti Permen No 7 Tahun 2017, yaitu HPB yang dihitung dari harga batu bara acuan (HBA) yang dikeluarkan setiap bulan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM.

Menurut Ido, jika pemerintah ingin mengubah menjadi cost plus margin boleh boleh saja namun perlu juga aspek keadilan (fairness) dalam penentuan biaya produksi untuk semua pemasok. Selain itu, margin yang disetujui kedua pihak harus disepakati.

“Bagaimana adjustment cost tiap-tiap periode? Dan juga harus diingat karena ini tidak memakai harga market, harga yang diekspor pun akan terpengaruh. Kami dukung rencana kebijakan itu sepanjang tidak merugikan kedua pihak,” jelas dia.

Harga khusus tersebut menggunakan formula biaya produksi plus margin keuntungan untuk produsen batu bara. Ini merupakan usulan dari PLN dan sudah disetujui Jonan pekan lalu.

Pembangkit listrik membutuhkan bahan bakar yang harganya efisien dan terjamin agar dapat memproduksi listrik dengan tarif terjangkau oleh masyarakat. Apalagi Menteri ESDM sudah menetapkan bahwa tarif listrik untuk masyarakat tidak boleh naik. Karena itulah harga bahan bakar untuk pembangkit listrik pun diatur pemerintah juga supaya tidak naik. Kalau harga batu bara dan bahan bakar lainnya naik, sementara tarif listrik tidak naik, tentu PLN bisa tekor.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, mengatakan PLN mengusulkan harga batu bara DMO ditetapkan sebesar biaya produksi ditambah margin sebesar 15-25% untuk produsen batu bara. “Kami mau cost plus margin saja. Kami berharap jangka panjang. Margin normal saja sesuai ketetentuan pemerintah, 15 -25%,” katanya.

Supangkat juga menjelaskan, PLN meminta alokasi batu bara DMO ditingkatkan. Saat ini dari produksi batu bara nasional yang mencapai 400 juta ton per tahun, sekitar 80% di antaranya untuk ekspor, hanya 20% saja yang dialokasikan ke dalam negeri. Proyek listrik 35 ribu megawatt akan meningkatkan permintaan batu bara di dalam negeri hingga mencapai 160 juta ton per tahun dari saat ini sekira 80 juta ton. (ra)