JAKARTA – Harga gas di Indonsia sampai saat ini tercatat menjadi salah satu yang termahal di dunia. Hal inilah yang membuat pemanfaatan gas di tanah air tidak maksimal sehingga konversi energi yang selalu diupayakan tidak kunjung terealisasi.

Pemerintah mengakui rumitnya alur distribusi dari hulu ke hilir.Selain spesifikasi gas, banyaknya komponen yang masuk dalam perhitunganharga gas juga menjadi faktor tingginya harga gas ketika sampai di end user.

“Kan ada gas pipa, ada gas rumah tangga juga, dan ada bentuk LNG. Gas diproses jadi LNG kemudian di transfer pakai kapal kemudian jadi gasl agi, kemudian di transfer lagi pakai pipa itu yang membuat kan ada tambahan biaya,” kata Djoko Siswanto, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Selasa (30/8).

Djoko manyatakan sebenarnya harga di hulu masih terbilang cukup rendah saat ini. Apalagi perhitungan masih sangat berpengaruh terhadap harga minyak dunia yang juga rendah dikisaran US$50-an per barel. Harga gas dari Papua misalnya, saat ini dari hulu sebesar US$4-5 per barel. Setelah diproses jadi LNG bisa tambah biaya US$1-2 per barel, kemudian dibawa menggunakan kapal ke Arun tambah US$ 1-2. Di Arun dilakukan proses regasifikasi dengan biaya US$1-2.

“Kemudian dari Arun ke Medan itu ada toll-fee lagi. Itu yang membuat akhirnya mahal, banyak suplly change,” kata dia.

Menurut Djoko, inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk dibahas bersama para pemangku kepentingan untuk bisa memangkas beberapa proses untuk bisa menekan harga gas.“Kita upayakan dan sedang dikaji untuk bisa memberikan beberapa insentif untuk bisa menekan harganya,” tandas Djoko.(RI)