JAKARTA- Pemerintah mengizinkan industri untuk secara langsung melakukan impor gas sebagai upaya untuk menjamin pasokan gas bagi dunia industri di Tanah Air, sekaligus mendongkrak daya saingnya di era kompetisi global. Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, mengatakan
mekanisme importasi gas oleh industri terebut akan dibahas kemudian.

“Dalam rapat terbatas dengan Presiden, mengenai regulasi impor gas dimana ada sektor-sektor tertentu yang diperbolehkan melakukan impor gas secara langsung. Bergantung pada sektor apa yang diberikan, apakah ini sektor atau perwilayahan, nanti akan dibahas,” ujar Airlangga.

Menurut Airlangga, dari beberapa sektor yang belum terakomodasi harga gas baru tiga yang sudah diizinkan untuk melakukan impor gas yakni industri baja, petrokimia, dan pupuk.

“Saat ini sektor yang baru diberikan adalah baja, petrokimia, dan pupuk. Ini kan karena menggunakan formula, masing-masing harus detail. Perusahaan per perusahaan. Ini yang harus ditindaklanjuti oleh perusahaan,” katanya seperti dikutip Antara.

Pramono Anuung, Sekretaris Kabinet, mengatakan Presiden ingin industri lebih kompetitif dan berdaya saing ditunjang tingkat kemudahan bisnis yang semakin baik di Indonesia. Dengan begitu, persoalan menyangkut gas akan segera diselesaikan oleh pemerintah agar harganya kompetitif.

“Maka diberikan ruang untuk industri agar bisa impor gas secara langsung dengan harga yang lebih rendah karena di Timur Tengah harga gas lebih rendah. Tapi tidak dibuka ruang untuk terciptanya middleman atau perantara,” jelas Pramono.

Selama ini harga gas di Indonesia rata-rata berkisar 6 dolar per MMBTU (Million British Thermal Unit) dan Presiden telah menerbitkan Perpres Nomor 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi agar harga gas di Tanah Air bisa ditekan di bawah 6 dolar per MMBTU.

Kebutuhan gas untuk industri pada tahun ini secara keseluruhan naik 3,64% menjadi 2.280 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Sepanjang tahun lalu, total ke butuhan gas untuk bahan baku maupun sumber energi mencapai 2.200 MMSCFD. Untuk menutup kebutuhan gas bumi untuk industri sebesar 2.280 MMSCFDpada tahun ini, opsi impor pun menjadi salah satu solusi.

Berdasarkan data keseimbangan permintaan dan pasokan gas nasional versi Kementerian ESDM diketahui sampai 2028 terus defisit kecuali pada 2017 dan 2018. Angka tersebut senada dengan proyeksi Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB). Kebutuhan gas untuk bahan baku mengalami peningkatan 1,69% menjadi 1.086 MMSCFD, demikian pula untuk sumber energi sebesar 5,48% jadi 1.132 MMSCFD.

Permintaan gas sebagai bahan baku berasal dari industri pupuk dan petrokimia, masing-masing 791,22 MMSCFD dan 295 MMSCFD. Sementara penggunaan gas sebagai sumber energi dikategorikan lagi menjadi dua, yakni energi yang terkait dengan pro ses dan energi untuk bahan bakar.

Gas sebagai energi terkait dengan pro ses total kebutuhan mencapai 337,18 MMSCFD, sedangkan yang ter kait dengan bahan bakar 857,53 MMSCFD. Industri prioritas yang dapat pasokan energi gas terkait dengan proses ada enam, sedangkan bahan bakar delapan. Industri yang membutuhkan gas sebagai sumber energi terkait proses adalah keramik, kaca, glassware, semen, logam, dan sarung tangan karet. Adapun yang memerlukannya sebagai bahan bakar antara lain makanan minuman, logam, tekstil dan produknya, pe trokimia, kertas, ban, kendaraan bermotor, dan lainnya. (DR)