Tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara.

Tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara, Batu Hijau, Sumbawa Barat, NTB.

JAKARTA – Direktur Utama PT Indosmelt, Natsir Mansyur menyatakan pihaknya baru siap mengolah konsentrat tembaga PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) tiga tahun lagi, yakni pada 2017. Karena smelternya yang direncanakan berlokasi di Maros, Sulawesi Selatan, baru mulai dibangun tahun depan.

Menurut Natsir, PT Indosmelt  adalah perusahaan yang dibentuk khusus untuk Proyek Pembangunan Pabrik Peleburan dan Pemurnian Tembaga di Indonesia, dengan total investasi diperkirakan sebesar USD 1,5 miliar. Jangka waktu pembangunan proyek dimulai 2014, dan diperkirakan selesai pada 2017.

Dengan begitu, maka produksi awal konsentrat tembaga oleh Indosmelt, diperkirakan baru dimulai pada 2017 hingga 2018. Kamis, 5 Desember 2013 lalu, Natsir Mansyur baru saja menandatangani Perjanjian Jual Beli Bersyarat Konsentrat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan Presiden Direktur PTNNT, Martiono Hadianto di Jakarta.

Lewat CSPA itu, PTNNT akan memasok konsentrat tembaga ke smelter Indosmelt, agar dapat  dileburkan dan dimurnikan di Indonesia. Sebelumnya, PTNNT juga telah menandatangani CSPA pasokan konsentrat tembaga dengan PT Nusantara Smelting yang membangun smelter di Gresik, Jawa Timur.

“Kami ingin menunjukkan komitmen kami dalam mendukung kebijakan pemerintah dengan menjadi pemasok konsentrat tembaga bagi smelter dalam negeri di masa mendatang,” ujar Martiono usai penandatanganan CSPA dengan Indosmelt.

Indosmelt tentu saja menyambut gembira penandatanganan CSPA itu. “Dengan ditandatanganinya perjanjian CSPA ini, kami dapat melanjutkan rencana kami untuk membangun smelter baru di Indonesia,” kata Natsir Mansyur.

Menurut Natsir, pihaknya lebih merasa yakin melanjutkan pembangunan smelter tembaga yang akan berlokasi di Kecamatan Bontoala – Maros, setelah mendapat kesanggupan PTNNT untuk memasok konsentrat yang merupakan bahan bakunya.

“Dengan begitu, kami akan  dapat menyelesaikan pembangunan smelter pada 2017-2018. Kerjasama dengan pemasok bahan baku seperti PTNNT merupakan langkah awal yang penting bagi kegiatan proyek,” ungkapnya lagi.

Ia menambahkan, pabrik peleburan dan pemurnian tembaga yang akan dibangun Indosmelt itu, direncanakan berkapasitas 120.000 ton per tahun katoda tembaga (copper cathode), dan emas dengan kapasitas 20 ton per tahun.

Pabrik peleburan dan pemurnian tembaga itu juga akan menghasilkan produk sampingan (by product) berupa terak tembaga (slag) sebanyak 300.000 ton per tahun untuk bahan baku pabrik semen, anode slag sebanyak 200.000 ton per tahun untuk industri pemurnian emas, serta asam sulfat untuk bahan baku industri pupuk.

Kesediaan PTNNT memasok konsentrat ke Indosmelt dan Nusantara Smelting sendiri, merupakan upaya untuk memenuhi kewajiban mengolah mineral di dalam negeri, yang menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) harus mulai dilaksanakan oleh semua perusahaan tambang mulai Januari 2014.

Namun kenyataannya, regulasi itu tidak bisa dilaksanakan tepat waktu. Indosmelt misalnya, baru mulai membangun smelter pada 2014, dan baru mulai mengolah konsentrat PTNNT di dalam negeri pada 2017. Molor tiga tahun dari yang diwajibkan oleh UU Minerba. Itu pun setelah mendapat jaminan pasokan konsentrat tembaga dari PTNNT.  

Demikian pula dengan PT Nusantara Smelting yang baru empat tahun lagi mengolah konsentrat PTNNT di dalam negeri, karena smelternya baru akan selesai 2018. Semua investor yang hendak membangun smelter baru tembaga di Indonesia, meminta adanya jaminan pasokan konsentrat lebih dulu, baru mau memulai pembangunan smelter. Selain dari PTNNT, Nusantara Smelting juga mengincar konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)