JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah menentukan sikap terkait keanggotaan di organisasi negara-negara pengekspor minyak dunia atau OPEC.
Arcandra Tahar , Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  mengatakan sesuai arahan Presiden Joko Widodo maka pemerintah telah menolak tawaran OPEC yang sempat mengundang Indonesia untuk mengaktifkan lagi keanggotannya.
“Iya (ditawari) terus kita jawab sebulan lalu, bahwa kita tetap dalam kondisi untuk di freeze (dibekukan keanggotaan),” kata Arcandra saat ditemui di Gedung DPR, Selasa (5/12).
Arcandra menolak membeberkan alasan pasti dipilihnya keputusan tersebut. Namun memastikan keputusan pembekuan keanggotaan OPEC sudah melalui tahapan kajian menyeluruh tidak berdasarkan satu faktor saja seperti kondisi produksi minyak Indonesia saat ini.
“Tidak (bukan karena produksi), ada beberapa alasan yang jelas tetap dalam keputusan di freeze,” ungkap dia.
Pada 30 November 2016 dalam rapat OPEC di Wina, Austria, pemerintah memutuskan untuk membekukan statusnya sebagai anggota OPEC. Indonesia diminta untuk memotong sekitar lima persen dari produksi minyak nasional, atau sekitar 37 ribu barel per hari saat itu. Padahal pemerintah dan DPR sudah menyepakati penurunan produksi tahun depan  hanya sebesar lima ribu barel per hari.
Pertengahan 2017 para anggota utama OPEC sempat meminta Indonesia yang merupakan salah satu negara pendiri OPEC untuk mengaktifkan lagi keanggotaannya.
Arcandra mengatakan meskipun keanggotaannya masih freeze atau tidak aktif,  tidak akan berdampak besar terhadap aktivitas bisnis dan kerja sama di sektor migas.  Pemerintah masih bisa melakukan pembelian minyak, baik dari negara anggota OPEC atau pun bukan anggota.
Pemerintah akan mencari peluang kerja sama pengadaan minyak dengan siapapun selama itu masih bisa memberikan keuntungan bagi Indonesia.
“Untuk impor minyak keputusan dilihat dari sisi komersial dan tidak harus dari OPEC, selama harga ekonomis dan terbaik,  kami bisa impor dari mana aja,” tandas Arcandra.(RI)