Konsumsi BBM subsidi yang tidak tepat sasaran.

JAKARTA –Kebijakan pemerintah terus memberikan subsidi pada konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dinilai justru akan semakin memiskinkan rakyat. Dana yang ada sebaiknya digunakan untuk membangun kilang, guna menghadapi ancaman krisis energi yang sudah menganga di depan mata.

Pengamat minyak dan gas bumi (migas) Sutadi Pudjo Utomo mengungkapkan, Indonesia akan terus terbelenggu dalam keterbatasan dana, jika mempertahankan kebijakan mensubsidi BBM. Kebijakan itu adalah cara pemakmuran yang semu, dan justru menciptakan pemiskinan dalam jangka panjang.

“Kalau kita masih mempertahankan subsidi BBM begitu besar, bangsa ini akan terbelenggu dengan keterbatasan dana. Anggaran pemerintah banyak tersedot untuk pengeluaran jangka pendek, sehingga mengabaikan kemakmuran jangka panjang melalui pembangunan infrastruktur,” paparnya kepada Dunia Energi di Jakarta, Jumat, 14 Desember 2012.

Ia menganalogikan hal ini dengan orang desa yang memiliki sawah luas dan produksi beras melimpah. Orang itu tentu tidak pernah berharap harga beras turun, agar orang-orang  di sekitarnya bisa makan. Tetapi memberikan orang-orang di desanya kesempatan bekerja di sawahnya, agar punya penghasilan dan mampu membeli beras dengan harga yang wajar.

“Mestinya itu yang dilakukan pemerintah. Subsidi dikurangi, lalu anggaran yang lebih digunakan untuk membuka lapangan kerja, memberikan modal usaha, membangun infrastruktur, dan sebagainya, sehingga perekonomian serta daya beli rakyat meningkat, sehingga mampu membeli BBM dengan harga keekonomian,” jelasnya.

Sutadi pun memaparkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menunjukkan subsidi BBM pada 2012 mencapai Rp137 triliun. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012, pemerintah dan DPR menggunakan asumsi harga minyak mentah US$105 ICP per barel. Sementara itu, rata-rata ICP berada di posisi US$110 per barel.

Mantan Direktur anak perusahaan Pertamina ini mengaku khawatir dengan kebijakan pemerintah, yang tidak akan menurunkan subsidi BBM di tahun depan. Bahkan pada 2013, pemerintah akan menaikkan anggaran subsidi BBM menjadi Rp274 miliar.

Mestinya, kata Sutadi, dana itu disisihkan untuk membangun kilang BBM di dalam negeri, guna mengantisipasi krisis energi. Karena menurut prediksinya, Indonesia berpotensi mengalami krisis energi pada 2015 -2020. Dimana pada kurun waktu itu, kebutuhan BBM dalam negeri berkisar 1,6 – 1, 7 juta barel per hari, sementara kapasitas kilang di dalam negeri hanya 1,1 juta barel per hari.

Ia pun mengkritik Pertamina yang baru-baru ini mencanangkan rencana pembangunan pabrik petrokimia. Menurutnya, penghasilan pabrik petrokimia memang lebih tinggi dibandingkan kilan atau refinery. Namun industri petrokimia membutuhkan kondensat sabagai bahan baku.

“Itu nanti bisa jadi masalah. Mestinya Pertamina sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) fokus pada pembangunan kilang BBM untuk mencukupi domestik,” tandasnya.

(CR – 1 / duniaenergi@yahoo.co.id)