Pengangkutan batubara untuk tujuan ekspor.

Pengangkutan batubara untuk tujuan ekspor.

MANILA – Sepanjang teknologi yang efektif dalam pemanfaatan sumber energi baru terbarukan belum ditemukan, maka kebutuhan energi fosil masyarakat dunia dipastikan semakin meningkat. Indonesia sendiri diramalkan bakal terus mengekspor batubara, dan mulai impor gas bumi setelah 2030.  

Penasihat Senior Khusus untuk Infrastruktur dan Kerjasama Pemerintah dan Swasta di Asian Development Bank (ADB) S. Chandler memberikan ulasan bahwa penggunaan bahan bakar fosil akan terus mendominasi penggunaan energi, yang antara lain ditunjukkan oleh penggunaan batubara yang melonjak lebih dari 50% selama periode analisis atau sekitar 2% per tahun.

Hal ini, ujarnya, akibat tingginya tingkat konsumsi di Republik Rakyat Tiongkok, serta meningkatnya permintaan batubara di kawasan Asia Tenggara. Penggunaan minyak bumi juga akan naik sekitar 2% per tahun, khususnya didorong oleh pertumbuhan sektor transportasi akibat meningkatnya pembelian kendaraan bermotor.

“Selain itu, permintaan terhadap gas alam akan meningkat tajam sebanyak 4% per tahun, antara lain karena kemudahan dalam penggunaannya serta rendahnya dampak lingkungan yang diakibatkan,” jelas Chandler dalam studi terbaru ADB bertajuk “Energy Outlook for the Asia and the Pacific” yang dirilis Senin, 14 Oktober 2013, di Manila, Philipina. 

Secara khusus, studi ini menunjukkan bahwa Indonesia akan terus menjadi negara pengekspor batubara, dan ketergantungannya pada impor minyak akan terus meningkat. Indonesia diprediksi akan menjadi pengimpor gas alam setelah 2030, kecuali bila sebelum 2030 sumber-sumber gas alam baru mulai berproduksi.

Studi ini menyarankan agar berbagai upaya untuk efisiensi energi diarahkan pada penanganan permintaan minyak yang terus meningkat dan mengakibatkan perlunya impor. Upaya diversifikasi energi di Indonesia juga akan membuat konsumsi batubara meningkat.

Maka dari itu, sebut Chandler, penting bagi Indonesia untuk segera mengimplementasikan teknologi penggunaan batubara yang mutakhir, khususnya pada sektor energi, untuk mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan sumberdaya tersebut.

Ia menambahkan, ketergantungan Asia-Pasifik terhadap bahan bakar fosil akan memunculkan permasalahan terkait penentuan harga, ketahanan energi, serta dampaknya pada lingkungan. Emisi karbondioksida di Asia-Pasifik juga diprediksi akan berlipat ganda pada 2035, atau lebih dari setengah emisi di seluruh dunia.

“Apabila tidak ada upaya untuk menurunkan ketergantungan pada minyak atau memanfaatkan energi dengan lebih efisien dan ramah lingkungan, dikhawatirkan akan berdampak pada meningkatnya kesenjangan energi dan perubahan iklim,” jelas Chandler dalam laporan tersebut.

Namun, ujarnya, dengan melakukan kombinasi sumberdaya energi yang tepat, penerapan teknologi terkini, dan pemanfaatan energi terbarukan, proyeksi pertumbuhan permintaan energi fosil tersebut berpotensi untuk berkurang hingga hampir separuhnya.

“Harapan terbesar untuk pengurangan ini terdapat pada proses pengkilangan minyak dan pengolahan gas alam yang lebih efisien, yang disertai dengan upaya untuk mengurangi permintaan energi,” pungkasnya.

(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)