JAKARTA – Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang tidak menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa telah terjadi kerusakan lingkungan akibat operasi PT Freeport Indonesia hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp185 triliun dinilai melanggar hukum. Pasalnya, BPK adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan pemeriksaan keuangan berdasarkan konstitusi.

“Tidak menindaklanjuti hasil audit BPK jelas merupakan pelanggaran hukum, paling tidak dilakukan klarifikasi,” ujar Bisman kepada Dunia Energi, Jumat (28/9).

Menurut Bisman, rencana KLHK membuat roadmap dalam pengelolaan lingkungan hidup merupakan langkah bagus, tetapi tetap tidak bisa mengabaikan hasil audit BPK.

“Untuk hasil kajian itu yang harus juga ditindaklanjuti. Dari hasil kajian bisa jadi ditemukan pelanggaran atau tidak ditemukan pelanggaran. Sepanjang BPK belum menyatakan selesai atau telah ditindaklanjuti tetap merupakan hasil temuan yang tidak bisa diabaikan,” ungkap Bisman.

Freeport Indonesia

Dia menambahkan perjanjian jual beli saham antara pemerintah yang diwakili PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dengan Freeport-McMoRan Inc seharusnya memuat klausul tentang batas yang jelas antara yang masih menjadi tanggung jawab sepenuhnya Freeport dan baru paska akuisisi atau divestasi merupakan tanggung jawab bersama. Hasil audit BPK sepenuhnya masih tanggung jawab Freeport untuk menindaklanjuti.

Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, memilih bungkam terkait persoalan pencemaran lingkungan yang membelit Freeport. “Tanya Kementerian LHK, sudah diberesin,” tukasnya.

Ilyas Assad, Inspektur Jenderal Kementerian LHK, mengatakan temuan BPK bukan rekomendasi, melainkan hanya pemberitahuan untuk dapat ditindaklanjuti. Namun pada kenyataannya tidak ada tindak lanjut dari temuan tersebut. Ini ditunjukkan dengan terus bergulirnya negosiasi tanpa ada keputusan lanjutan pada negosiasi berlangsung terkait lingkungan.

“Sebenarnya bukan itu rekomendasinya, coba dibaca. Cek deh, rekomendasi mencabut Kepmen LHK 431/2008 yang sudah dicabut. Kepmen LHK 175/2018 sebenarnya yang baru ini, rekomendasi sudah didalamnya ada memperhitungkan kerugian lingkungan sekitar Rp185 triliun, tetapi enggak full stop. Dia buat akan dibahas lagi dengan Kemen LHK, kira-kira begitu,” papar Ilyas ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis sore (27/9).

Kepmen LHK 431/2008 membolehkan perusahaan membuang tailing dengan total suspended solid (TSS) hingga 45 kali ambang baku mutu yang diperkenankan. KLHK kemudian mencabut Kepmen tersebut. Kepmen 175/2018 menyebut jumlah tailing yang harus dialirkan ke fasilitas penimbunan ModADA dalam satu hari paling banyak 291.000 metrik ton kering. Tata cara penempatan tailing di fasilitas penimbunan ModADA itu melalui pengendapan dari Jembatan Otomona sampai titik penataan Pandan Lima-Kelapa Lima.

Tapi yang harus diingat bahwa kerusakan lingkungan berdasarkan audit BPK telah terjadi dan nilai kerusakan yang seharusnya menjadi tanggung jawab Freeport mencapai Rp185 triliun. Nilai tersebut didapat berdasarkan hasil penghitungan dengan tenaga ahli dari IPB (Institut Pertanian Bogor), yaitu nilai ekosistem yang dikorbankan dari pembuangan limbah dari kegiatan Freeport Indonesia.

Ilyas mengatakan sebagai gantinya pemerintah telah memberikan setidaknya 48 sanksi yang kepada Freeport Indonesia terkait pencemaran lingkungan yang telah dilakukan.

“Kami berikan sanksi kepada Freeport, ada 48 sanksi. Sekarang mereka sudah bereskan sanksi-sanksinya, dari 48 itu sudah selesai 39,” ungkap dia.

Menurut Ilyas, sebagai bentuk concern terhadap pengelolaan lingkungan ke depan, pemerintah meminta Freeport untuk menyusun road map yang khusus ditujukan dalam kegiatan operasi Freeport Indonesia. Road map tersebut nantinya akan diverifikasi oleh Kementerian LHK baru kemudian akan dijadikan sebagai lampiran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) permanen yang diberikan Kementerian ESDM apabila Inalum selesai melakukan tahapan divestasi.

“Dibutuhkan bagaimana mengatasi yang akan datang, caranya adalah kami bikin roadmap. Kami hitung impact-nya dan bagaimana mengatasi tailing,” papar Ilyas.

Ilyas memastikan bahwa proses transaksi dari divestasi tidak perlu menunggu penyelesaian penyusunan road map yang diklaim sudah mencapai 80%. “Yang penting dalam IUPK kami masukin saja, misalnya pelaksanaan IUPK ini wajib memperhitungkan rencana pengelolaan lingkungan di dalam roadmap, itu sudah cukup, roadmap yang disetujui atau ditetapkan oleh Menteri LHK,” tegas Ilyas.(RI)