JAKARTA – Pemerintah diminta hati-hati dalam proses divestasi PT Freeport Indonesia, karena sampai sekarang persoalan lingkungan yang membelit masih belum tuntas. Apalagi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut total kerugian akibat pelanggaran lingkungan Freeport mencapai Rp185 triliun.

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), calon pemilik mayoritas saham Freeport Indonesia jika proses divestasi terus dilanjutkan, juga akan ikut terkena imbas.

Gus Irawan Pasaribu, Ketua Komisi VII DPR, mengatakan temuan BPK tetap harus ditindaklanjuti karena bagaimanapun telah terjadi pelanggaran terhadap pengelolaan limbah Freeport. Hal itu seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam negosiasi dengan Freeport. Jika terus dilanjutkan maka Inalum secara hukum wajib ikut menanggung kewajiban akibat dari pelanggaran lingkungan tersebut.

“Pemerintah kan akuisisi 51% saat divestasi. Kalau beli kepemilikan saham, kita akan ikut menikmati dan juga menanggung kewajiban,” kata Gus Irawan di Jakarta, Rabu
(10/10).

Laporan BPK menyebutkan total potensi kerugian akibat pelanggaran lingkungan Freeport berasal dari tiga wilayah terdampak, yaitu Modified Ajkwa Deposition Area (ModADA) dengan nilai ekosistem yang dikorbankan mencapai Rp10,7 triliun, estuari sebesar Rp8,2 triliun, dan laut sebesar Rp166 triliun.

Freeport dinyatakan telah menimbulkan perubahan ekosistem akibat pembuangan limbah operasional (tailing) penambangan di sungai, hutan, estuari, dan bahkan telah mencapai kawasan laut.

Menurut Gus Irawan, jika benar telah terbukti dan kewajiban ganti rugi harus diselesaikan, maka sama saja divestasi menjadi jalan agar Inalum membeli kewajiban ganti rugi lingkungan.

Inalum harus menebus kepemilikan saham mayoritas Freeport senilai US$3,85 miliar. Jika menggunakan kurs saat ini, Rp 15 ribu per dolar AS, maka dana yang disiapkan sebesar Rp 57 triliun.

Disisi lain, kewajiban total Freeport Rp185 triliun, bahkan dengan kurs Rp 15 ribu bisa lebih dari Rp200 triliiun.

“Kita beli 51% saham itu Rp56 triliun, kalau saya hitung value Freeport Indonesia ditambahkan 49% tadi, nilai Freeport sendiri hanya sekitar Rp 100 triliun. Namun punya kewajiban sekitar Rp200 triliun (kurs Rp 15 ribu), jadi kita beli kewajiban. Freeport kan harus bertanggung jawab atas kerusakan itu,” papar Gus.

Pada akhirnya apabila disuruh menaggung biaya ganti rugi sebesar itu, apabila keuangan Freeport tidak mencukupi maka akan meminta tambahan kepada pemegang saham, yang mana pemegang sahamnya juga termasuk pemerintah melalui Inalum.

“Kalau Freeport Indonesia tidak punya, minta ke pemegang saham. Ini harusnya diperhitungkan oleh pemerintah pada saat mau ambil alih saham,” kata Gus Irawan.

Kurtubi, Anggota Komisi VII DPR, menegaskan pemerintah tidak bisa lepas tangan terhadap pelanggaran lingkungan yang dilakukan Freeport di Papua. Apalagi pemerintah juga yang sebelumnya telah memberikan lampu hijau terhadap metode pengelolaan limbah Freeport yang jelas-jelas berdampak ke lingkungan.

“Waktu kontrak karya awal tidak ada cerita soal lingkungan hidup, namun mau buang ke sungai ada persetujuan kementerian lingkungan dan pertambangan waktu itu. Jadi tidak bisa lepas tanggung jawab, pemerintah yang memberi izin,” tandas Kurtubi.(RI)