JAKARTA – Keputusan kebijakan impor gas bagi industri masih menunggu hasil rapat di Kementerian Koordinator Perekonomian yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Energi dan Sumber dan Mineral (ESDM).

“Untuk industri, keputusan Bapak Presiden waktu itu dirapatkan di Menko Perekonomian. Jadi, kami ini lagi nunggu,” kata Ignasius Jonan, Menteri ESDM di Jakarta.

Menurut Jonan, untuk impor gas untuk kebutuhan kelistrikan sudah diizinkan, apabila harga gas di pelabuhan penjual itu melebihi 11,5 persen ICP (Indonesia Crude Price) di bulan transaksi dilakukan. 

“Misalnya, di Januari ICP-nya sudah terbit, biasanya ICP diterbitkan akhir bulan. Itu ICP-nya adalah 51,88 dolar AS. Jadi, kalau melebihi 11,58 persen dari itu, PLN boleh aja impor. Memang impor gas untuk listrik itu sudah ada,” ungkap dia.

Jonan mengatakan impor gas untuk kelistrikan diperbolehkan karena arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tarif listrik itu harus bisa selalu terjangkau oleh masyarakat.

“Jadi, kalau bisa listrik itu, tarifnya itu jumlah kapasitas yang disalurkan oleh PLN itu makin besar dan makin merata, ya masyarakat bisa lebih menjangkau,” kata dia seperti dikutip Antara.

Kementerian ESDM mengatur hal tersebut, yakni tidak melebihi 11,5 persen ICP agar bahan energi dasarnya tidak terlalu tinggi, sehingga tarif listrik bisa dijangkau publik.
Djohardi Anggakusumah, Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina (Persero), sebelumnya mengungkapkan dari fasilitas yang ada saat ini, impor memang tidak memungkinkan langsung dilakukan. Namun itu akan berubah pada 2019 hingga 2030 saat pertumbuhan konsumsi gas terus meningkat.

Data Pertamina menyebutkan potensi selisih antara demand dan supply gas mencapai 4.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), maka penambahan fasilitas menjadi salah satu keharusan.

Pertamina sudah mempersiapkan penambahan beberapa fasilitas regasifikasi, seperti regasifikasi untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1 yang saat rampung nanti mampu mengolah 200 MMSCFD. Rencana proyek Bojanegara tahap 1 diperkirakan 500 MMSCFD dan pada tahap 2 menjadi 1.000 MMSCFD. “Tapi kan tidak sekaligus, itu permintaan akan gas sendiri bertahap,” kata Djohardi.(AT)