JAKARTA– Asosiasi Perminyakan Indonesia atau (Indonesia Petroleum Association/IPA) mendukung sikap pemerintah agar kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang menjadi mitra Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (KKKS) terus meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi demi menjaga laju penurunan produksi migas tidak terlalu tajam. Investor di sektor hulu migas tidak mempersoalkan penerapan skema kontrak bagi hasil dengan skema gross split sepanjang iklim investasi migas di Indonesia menarik bagi mereka.

“Kegiatan investasi hulu migas harus terus digenjot agar Indonesia mampu meningkatkan produksi dan tidak terus menerus bergantung pada impor minyak mentah maupun bahan bakar minyak (BBM), apalagi lifting migas masih di bawah target,” kata Tumbur Parlindungan, Presiden IPA, di Jakarta.

Hingga akhir November 2018, realisasi produksi siap jual (lifting) migas bar mencapai 1,91 juta brel oil equivalent per day (BOEPD), setara 95% dari targt dalam APBN 2018. Lifting migas itu meliputi 762 ribu barel per hari minyak dan 1,14 juta BOEPD gas bumi.

SKK Migas menyatakan, pencapaian lifting migas hingga akhir November dipengaruhi kinera sumur baru yang belum sesuai ekspektasi karena ada decline rate dari sumur lama yang semaki besar.

Tumbur Parlindungan, Presiden IPA dan Presiden Direktur PT Saka Energi Indonesia. (foto: Dudi Rahman/Duna-Energi)

Menurut Tumbur, IPA akan meningkatkan kerja sama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) agar tercipta iklim investasi hulu migas yang lebih atraktif. IPA akan secara terbuka menyampaikan kepada kementerian terkait maupun presiden mengenai apa saja yang selama ini dirasakan investor sebagai hambatan dalam melakukan investasi hulu migas di Indonesia. Perusahaan migas multinasional seperti Chevron, Exxon, ConocoPhilips, BP, Inpex, menurut masih berkeinginan untuk berinvestasi di Indonesia. Hal itu disebabkan potensi cadangan migas di Indonesia yang belum dieksplorasi jauh lebih besar dibandingkn sejumlah negara seperti Malaysia dan Meksiko. Apalagi, di era Orde Baru, produksi minyak Indonesia pernah mencapai 1,5 juta barel per hari. Hal ini menunjukkan investasi hulu migas di Indonesia sebenarnya masih mempunyai nilai jual tinggi.

“Kalau ditanya apakah Indonesia mampu meningkatkan produksi minyaknya, jawabnya sangat bisa. AS sampai tahun 2009 masih net importir minyak, sekarang mereka sudah menjadi negara eksportir minyak,” katanya.

Tumbur optimistis, bila hambatan di industri hulu migas bisa diselesaikan melalui koordinasi antarlembaga yang langsung diawasi oleh Presiden, ke depan makin banyak kegiatan eksplorasi hulu migas di Indonesia. Semakin banyak kegiatan eksplorasi, potensi mendapatkan penemuan cadangan yang besar (big discovery) sangat terbuka. “Bila tak ada eksplorasi, produksi migas nasional akan terus turun. Ini sangat berbahaya dan akan makin meningkatkan impor minyak mentah maupun BBM,” katanya. (DR)