JAKARTA – Pemerintah dinilai harus melakukan identifikasi masalah yang menjadi penyebab mangkraknya sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik. Identifikasi masalah diperlukan sebelum pemerintah melanjut proyek pembangkit yang mangkrak.

“Jadi sebelum dilanjutkan harus diidentifikasi dengan jelas dan transparan, penyebab 34 pembangkit yg mangkrak itu karena apa,” kata Arthur Simatupang, Ketua Harian Asosiasi Produsen Listik Swasta Indonesia (APLSI) kepada Dunia Energi, Senin (20/3).

Identifikasi masalah diperlukan untuk menyiapkan langkah-langkah perbaikan terhadap proyek pembangunan tersebut, Dengan begitu bisa dilaksanakan secara tepat sasaran, sehingga langkah yang diambil nanti tidak salah sasaran.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menegaskan akan memerintahkan jajarannya untuk kembali melanjutkan pembangunan pembangkit yang mangkrak. Sedikitnya terdapat 34 pembangkit yang hingga saat ini penyelesaiannya tertunda karena mundur jauh dari target pembangunan sehingga dihentikan prosesnya.

Menurut Presiden, pembangunan akan dilanjutkan dengan catatan, sisi proses hukumnya tidak lagi bermasalah dan dibangun sesuai dengan keinginan pemerintah.

“Yang berkaitan dengan 34 pembangkit listrik kita yang mangkrak. Saya titip, ini titip, yang bisa ini diteruskan silakan diteruskan, tetapi dengan catatan sisi hukumnya harus sudah beres. Yang kedua dibangun betul sesuai dengan kualitas yang kita inginkan,” kata Jokowi, akhir pekan lalu.

Sebanyak 34 proyek pembangkit listrik yang mangkrak dengan total kapasitas 627,8 megawatt (MW) di antaranya sudah mangkrak sejak 2007.

Sebagian besar proyek-proyek pembangkit yang mangkrak berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pembangkit-pembangkit mangkrak tersebut adalah bagian dari Fast Tracking Project (FTP) yang dibangun pada kurun waktu 2007-2011.

Menurut Arthur, mangkraknya proses pembangunan pembangkit selama ini memang sudah sepatutnya dijadikan perhatian khusus. Pasalnya penyebab bukan hanya berasal dari oknum pelaku usaha yang tidak kompeten melainkan juga tidak sedikit yang disebabkan proses pembangunan dari sisi pemerintah yang terlalu panjang dan berpengaruh terhadap investasi.

Ada bermacam masalah terkait lambatnya proses pembangunan selama ini, seperti perizinan yang masih berbelit. Isu lahan terkait pengadaan serta masalah sosial di lokasi pembangkit.

“Ada juga pembayaran yang lambat dari PLN kepada kontraktor EPC,” katanya.

Arthur mengatakan para pelaku usaha pada dasarnya memiliki komitmen bersama pemerintah untuk meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Karena itu dukungan dari pemerintah terkait hal-hal krusial dalam berinvestasi sangat diperlukan.

“Kalau dari APLSI sebagai swasta, kami siap kontribusi dan terus membangun kelistrikan nasional,” tandas Arthur.(RI)