JAKARTA– Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada Agustus 2018 sebesar US$69,36 per barel, menurut penetapan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ICP ini turun sebesar US$1,33 per barel dari harga ICP yang tecatat pada bulan Juli 2018 sebesar US$ 70,68 per barel.

Sementara itu, ICP SLC juga turun US$ 2,03 per barel dari US$ 72,05 per barel pada Juli 2018 menjadi US$ 70,02 per barel.

Warta yang dilansir dari laman Kementerian ESDM menyatakan, penurunan harga ICP ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti meningkatnya suplai minyak mentah dari negara-negara non-OPEC. International Energy Agency (IEA) melaporkan pada Agustus 2018, proyeksi suplai minyak mentah dari negara negara non-OPEC meningkat sebesar 2 juta barel per hari di tahun 2018. Dengan demikian diperkirakan produksi minyak negara-negara non-OPEC menjadi 59,9 juta barel per hari.

Hal ini diperkuat juga oleh laporan OPEC yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan suplai minyak mentah dari negara negara non-OPEC yang disebabkan oleh peningkatan suplai minyak mentah di Amerika Serikat (AS). Peningkatan suplai ini karena adanya kenaikan harga minyak di bulan sebelumnya sehingga mendorong peningkatan produksi shale oil.

Peningkatan produksi minyak juga tercatat ada di Brazil. Brazil sendiri memiliki 11 proyek baru di daerah Santos Basin yang diprediksi menyimpan cadangan minyak yang besar. Selain itu, terdapat peningkatan produksi oil sands di Kanada dan Rusia, serta adanya peningkatan produksi dari Meksiko dan Norwegia.

Selain negara non-OPEC, negara-negara OPEC juga di ketahui menyumbang peningkatan produksi minyak periode ini. Pada bulan Agustus 2018, tercatat ada peningkatan produksi sebanyak 41 ribu barel per hari sehingga produksi mencapai 32,323 juta barel per hari.

Produksi minyak ini berasal dari beberapa negara antara lain Kuwait, Nigeria, UEA, dan Irak.
Penurunan harga minyak mentah di kawasan Asia Pasifik secara khusus dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti masih berlanjutnya perang dagang antara AS dan Tiongkok yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia, sehingga mengakibatkan penurunan permintaan minyak mentah. Selain itu, Jepang juga mengalami penurunan permintaan di sektor transportasi, industri, dan pembangkit listrik, akibat peningkatan penggunaan gas sebagai energi alternatif. (RA)