JAKARTA – Pemerintah mengklaim holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas akan menciptakan efisiensi dalam tata kelola gas nasional, sehingga akan berdampak langsung terhadap kegiatan operasional induk holding dan anggotanya. Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan Strategis, Industri dan Media Kementerian BUMN, mengungkapkan target efisiensi memang tidak bisa dicapai dalam waktu dekat. Butuh waktu sekitar lima tahun untuk bisa merasakan dampak nyata dari pembentukan holding migas.

“Efisiensi yang terjadi Rp8 triliun dalam waktu lima tahun. Rinciannya ada di kajian bersama, apa saja dan potensinya. Ada beberapa hal yang bisa langsung menyambung (pipa),” kata Fajar disela rapat bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (17/7).

Pekerja mengecek pipa gas milik PGN.

Integrasi PT Pertamina (Persero) melalui akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk bukan tanpa kendala, karena itu perlu waktu untuk benar-benar merasakan holding migas. Beberapa kendala tidak hanya dari eksternal, melainkan juga dari sisi internal.

“Restrukturisasi perusahaan, keuangan, penggabungan akun-akun aset laba rugi maupun sistem keuangan butuh waktu.Kedua dari sisi sumber daya manusia, lalu dari sisi operasional,” ungkap Fajar.

Nicke Widyawati, Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina, mengatakan sebelum ada holding, tidak ada integrasi antara dua entitias bisnis terbesar dalam bisnis midstream gas, tapi kini integrasi akan bisa diwujudkan. “Sebelum integrasi kan ini jalan masing-masing, Semarang bisa swap dengan jaringan sama. Masing-masing harus ada agreement kalau dulu. Jadi ini memang sangat terasa,” ungkap Nicke.

Swap yang bisa dilakukan, misalnya ada kebutuhan untuk PT Krakatau Steel, namun sulit didistribusikan Pertagas karena pipanya milik PGN. Padahal alokasi gasnya dimiliki Pertagas. “Sekarang kami bisa integrasi,” tukasnya.

Bahkan Pertamina, kata Nicke sudah memiliki hitung-hitungan berdasarkan integrasi RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) kedua perusahaan, yakni Pertagas dan PGN, terutama untuk pengembangan infrastruktur di beberapa wilayah.

“RKAP perusahaan sudah diintegrasikan, belum lagi lima tahun ke depan kami bisa saving US$900 juta. Itu dari Sumatera dan Jawa, Indonesia Tengah dan Timur, ” ungkap Nicke.

Menurut Jobi Triananda Hasjim, Direktur Utama PGN, integrasi lainnya misal untuk pasokan gas di Jawa Barat yang mempunyai demand gas tinggi, namun kesulitan mendapatkan pasokan gas. Tapi dengan integrasi maka pasokan bisa disalurkan PGN yang kuat infrastrukturnya di Sumatera dan Jawa.

“Kami juga pikirkan sekarang bagaimana pipa transmisi dioptimalkan, Jawa Barat 60% pasokan dari Sumatera. Ketersedian gas Jawa bagian barat turun. Dengan optimalisasi fasilitas duplikasi akan bisa optimalkan cadangan gas di Sumatera bisa dimanfaatkan di Jawa Barat,” kata Jobi.(RI)