JAKARTA –  Pembentukan suatu perusahaan negara atau daerah yang diberikan kekhususan untuk mengelola dan menjalankan usaha pertambangan, yakni badan usaha milik negara khusus (BUMNK) dan badan usaha milik daerah khusus (BUMDK) telah diusulkan masuk dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

“Kami punya pemikiran yang sebenarnya sejalan dengan holding BUMN. Pemikiran Indonesia Mining Institute bekerja sama dengan Perhapi tentang usulan perubahan (revisi) UU Minerba,” kata Irwandy Arif, Anggota Tim Masukan Rancangan Perubahan UU Minerba kepada Dunia Energi, Kamis (17/11).

Menurut Irwandy, dalam RUU Minerba dijelaskan bahwa pemegang konsesi pertambangan yang selanjutnya disebut pemegang KP adalah BUMNK atau BUMDK yang diberikan KP oleh negara untuk melaksanakan pengelolaan usaha pertambangan.

“Dengan dibentuknya BUMNK dan BUMDK sebagai pelaksana usaha pertambangan maka posisi pemerintah sebagai regulator dan pengawas dapat menjadi lebih dipertegas,” kata dia.

BUMNK dan BUMDK selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia maupun koperasi yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pengusahaan mineral dan batu bara berdasarkan Kontrak Pengusahaan Pertambangan (KPP) melalui mekanisme lelang terbuka yang dilaksanakan oleh BUMNK atau BUMDK sesuai dengan WKP-nya masing-masing.

“Adapun mengenai kepemilikan negara atau daerah atas badan usaha tersebut, hal ini perlu dipertimbangkan berdasarkan nilai strategis dan vitalnya sumber daya mineral dan batu bara tersebut,” ungkap Irwandy.

Produksi emas dan perak tambang Martabe selalu lewati target.

Lebih lanjut dia mengatakan dalam naskah akademik RUU Minerba dijelaskan sebagai badan usaha negara pemegang konsesi pertambangan, BUMNK akan melaksanakan fungsi pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara secara langsung. Namun dalam hal terdapat keterbatasan, maka pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara tetap dapat dilakukan dengan dukungan pihak swasta dan/atau asing. Namun pengelolaan tersebut tetap harus dilakukan di bawah fungsi BUMNK, melalui suatu alas hukum yang sah dari BUMNK.

Selain itu, jika penguasaan negara atas sumber daya mineral dan batu bara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMNK, maka bentuk atau skema pengusahaan yang diberikan adalah konsesi pertambangan sebagaimana diatur dalam UU 30/2014.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa BUMNK ini wajib menjalankan fungsinya secara profesional sehingga harus menjadi suatu badan yang terlepas dari hubungan birokrasi negara dan mandiri serta tidak bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara. Dengan demikian sistem seperti inipun dapat melepaskan dari jebakan birokratisasi pemerintahan.

Menurut Irwandy, pengusahaan pertambangan selayaknya dilakukan oleh BUMNK sedangkan pengaturan dan pengawasannya tetap harus dilaksankaan oleh pemerintah.

“Dengan dikelolanya usaha pertambangan oleh BUMNK maka pemerintah sebagai regulator dapat melaksanakan fungsi utamanya yakni sebagai regulator dan pengawas,” tandas Irwandy.

Fokus pada fungsi pengaturan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah ditujukan:

  1. Untuk memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk membuat perencanaan pertambangan, industri dan pembangunan nasional.
  2. Agar pemerintah mampu dan mengkonsolidasi sumber daya dan cadangan yang ada dan menginventarisasi dengan baik karena terdapat agregasi dari seluruh sumber daya alam di Indonesia. Hal ini jauh lebih mudah ketimbang melaksanakan invetarisasi per daerah secara parsial karena secara geologis, tambang tidak terbatasi oleh wilayah administratif.
  3. Agar penerapan dari konsep penguasaan dan kewenangan negara dapat lebih diperkuat.(RA)