JAKARTA – Pembentukan induk usaha (holding) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi akan berdampak langsung pada peningkatan aset dan integrasi usaha PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS).

Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina, mengatakan kemampuan investasi Pertamina dipastikan akan meningkat signifikan dengan masuknya Perusahaan Gas Negara atau PGN ke dalam Pertamina.

“Kemampuan investasi pada akhirnya bisa membangun infrastruktur yang diperlukan dan membuka peluang bisnis baru bagi peningkatan revenue,” kata Dwi dalam diskusi yang digelar Serikat Pekerja Pertamina Bersatu di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, Selasa (31/5).

Menurut Dwi, selain aset, pembentukan holding energi dipastikan akan mempengaruhi operasional perusahaan yang pada akhirnya akan berdampak dari sisi biaya.

“Sinergi infrastruktur untuk meningkatkan utilisasi melalui open access serta bisa melakukan efisiensi biaya,” tegasnya.

Juajir Sumardi, Kepala Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Pembangunan Universitas Hasanuddin, menyatakan arah yang harus dituju untuk pembentukan holding BUMN minyak dan gas  tidak boleh disamakan dengan BUMN lain. Pasalnya, migas sangat strategis untuk kepentingan masyarakat luas, sehingga harus didasarkan pada UUD 1945.

Juajir mengatakan dengan kondisi PGN yang merupakan perusahaan terbuka dengan 43% sahamnya dikuasai publik, maka ketika akan dimasukkan ke Pertamina  harus diperhatikan legal aspeknya.

“Agar tidak ada persoalan yang timbul dari berbagai pihak, terutana karena memang sudah jadi perusahaan terbuka,” ungkapnya.

Marwan Batubara, pengamat energi IRESS, meminta tidak lagi ada yang memperdebatkan pembentukan holding BUMN energi. Apalagi pembentukan holding BUMN sudah sesuai dengan amanat konstitusi. “Ini satu hal yang harus diperjuangkan. Ini juga amanat konstitusi harusnya tidak banyak perdebatan,” tandas Marwan.(RI)