Oleh: Achmad Widjaja
Pengusaha Nasional/Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Industri Hulu dan Petrokimia

Pembentukan induk usaha (holding) energi yang sebelumnya direncanakan tuntas pertengahan 2016 tampaknya masih belum dapat direalisasikan tahun ini. Merujuk pada pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno beberapa waktu lalu, sejumlah masalah masih mengganjal terkait pembentukan holding tersebut terutama tentang regulasi penyertaan modal.

Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan revisi Peraturan Presiden (PP) Nomor 44 tahun 2005 tentang tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada badan usaha milik negara (BUMN). Tampaknya pemerintah masih menemui sedikit kendala dalam menyiapkan PP baru untuk mengatur akuisisi saham PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang dimiliki pemerintah. PP inbreng sendiri adalah memindahkan aset PGN ke aset PT Pertamina (Persero) tanpa mengeluarkan biaya. Pada prinsipnya, lewat regulasi ini Kementerian BUMN menatur aset yang dimasukkan dalam holding BUMN energi hanya aset yang dimiliki oleh pemerintah, sementara sebagian lain aset PGN sebagai perusahaan yang terdaptar di bursa tetap dimiliki oleh pemegang saham publik.

Sebagai pelaku usaha kami berharap holding energi ini dapat direalisasikan sesegera mungkin. Kami melihat gerak pembangunan nasional pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden M Jusuf Kalla dengan Nawa Cita sebagai ruhnya, terutama di sektor energi, masih terus butuh dipacu. Tekad pemerintah yang berupaya mewujudkan kedaulatan energi antara lain melalui kebijakan pengurangan impor energi minyak dengan meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi migas di dalam dan luar negeri, peningkatan efisiensi usaha BUMN penyedian energi di Indonesia [PT Pertamina, PT PLN (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN)], pembangunan pipa gas, pengembangan energi terbarukan masih menemui berbagai kendala baik di tataran kebijakan maupun implementasinya.

Salah satu fakta yang terjadi adalah karut marutnya tata kelola energi – bukan hanya migas — di Tanah Air. Pada tataran implementasi, salah satu pangkal keruwetan tata kelola terletak pada minimnya sinergi antara BUMN penyedia energi. Kebijakan open acess, misalnya, menemui kendala besar karena Pertamina dan PGN terkesan adu kuat. Buruknya tata kelola ini akhirnya akan menyebabkan subsidi energi salah sasaran, pembangunan infrastruktur energi tersendat, harga energi mahal, atau ketiadakpastian pasokan gas untuk dalam negeri, terutama industri.

Pemerintah perlu segera mempercepat realisasi pembentukan holding di sektor energi. Tujuan utamanya adalah untuk memegang kebijakan secara keseluruhan secara konstitusional, plus sebagai bagian daripada kebijakan penentuan ketahanan energi nasional. Holding energi menjadi jalan untuk mempercepat Nawacita di sektor migas dan energi. Kalau terbentuk holding, satu kebijakan energi akan berlaku untuk semua. Pemerintah pada saat mau membuat kebijakan, tidak perlu memanggil semua BUMN. Cukup holding kemudian mendiktekan kebijakan itu untuk dikerjakan masing-masing anak perusahaan.

Sikap pro dan kontra tentu saja akan mengiringi wacana pembentukan holding energi ini, terutama dari kalangan BUMN sendiri. Pada tahap pertama, pembentukan holding ini harus bersifat instruksi. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, harus tegas mengambil keputusan semua perusahaan BUMN penyedia energi menjadi anak perusahaan. Dengan demikian, tidak akan ada wacana ikut atau tidak mau ikut holding karena itu sudah merupakan keputusan kebijakan pemerintah.

Dalam konteks ini, Kementerian BUMN dan kementerian yang terkait, terutama Kementerian Keuangan, harus mampu menyusun seperengkat regulasi yang mengamankan pembentukan holding tersebut, sebagai penguat dan pelengkap PP No 44 Tahun 2005 yang sudah direvisi. Fakta-fakta dan data harus dihamparkan semua pihak secara jelas di atas meja sehingga dapat dirumuskan kebijakan dan regulasi yang paling tepat dan paling menguntungkan bagi negara.
Penekanan kita adalah keuntungan sebesar-besarnya bagi negara dan masyarakat, bukan untuk memuaskan kepentingan dan ego pribadi atau sekelompok orang atau golongan tertentu.

Selagi masih ada waktu hingga awal tahun depan, pemerintah dapat memfasilitasi persiapan setiap anak perusahaan akan bergabung dalam holding BUMN energi. Pertamina, PGN atau siapapun yang akan berhimpun dalam satu atap holding energi wajib “melepas baju masing-masing”. Banyak selentingan yang beredar keterlambatan pemerintah dalam merealisasikan pembentukan holding energi akibat ada sejumlah pihak yang mecoba menghalang-halangi pembentukan holding ini.

Kalangan pengusaha berharap kabar tersebut tidak benar, yang ditandai dengan tuntasnya pembentukan holding energi ini. Bagi dunia usaha, yang terpenting adalah tidak ada lagi menjadi pesaing antara satu dan lainnya yang akan berimplikasi pada mahalnya ongkos produksi. Alangkah kuatnya apabila pembentukan holding energi ini kemudian di-back up dengan regulasi melalui parlemen. Jalur terakhir menuju ke proses menuju holding BUMN energi adalah melalui revisi UU Migas.

Terhadap pihak-pihak yang masih mencoba menggagalkan pembentukan holding energi, harus diingatkan kembali bahwa konsolidasi merupakan hal yang tidak mungkin dihindari bagi BUMN – sama dengan industri perbankan, farmasi, semen, maupun pupuk. Sektor energi memerlukan perusahaan yang besar skala modalnya untuk mencapai efisiensi tinggi. Bisnis energi memerlukan modal yang besar utuk ekspansi usaha. Sumber dananya bisa berasal dari kemampuan pemilik, yakni pemerintah, melakukan divestasi di pasar modal, atau dengan memanfaatkan laba yang ditahan (retained earnings).

Pembentukan holding energi tidak hanya menguntungkan perusahaan induk, namun juga memberikan profit bagi BUMN yang tergabung dalam holding tersebut. Pembentukan holding energi juga merupakan jawaban nyata untuk menuntaskan kesemrawutan tata kelola dan tata niaga sektor gas. Hentikan persaingan antarsesama pemerintah dalam hal ini BUMN dan anak usahanya. Setelah itu, pemerintah menetapkan harga sesuai gas dengan perhitungan yang wajar dan bersahabat dengan investasi, bersahabat dengan industri. Inilah pekerjaan rumah pemerintah di sektor energi pada awal tahun depan. (**)