JAKARTA – Penggabungan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) yang 56,96% sahamnya dikuasai negara ke dalam PT Pertamina (Persero) yang menjadi holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi dinilai akan mendorong sektor industri makin berkembang pesat karena akan mendapat pasokan gas yang lebih mudah dan murah.

Berly Martawardaya, pengamat energi dari Universitas Indonesia, mengatakan penggabungan PGN ke Pertamina akan melahirkan sinergi dan terpangkasnya biaya-biaya di jaringan pipa gas di berbagai provinsi. “Jadi distribusi gas bisa lebih mudah dan harga yang lebih murah, sehingga mendorong industrialisasi,” ujar Berly di Jakarta,  Selasa (17/5).

Menurut Berly, mekanisme penggabungan PGN menjadi anak usaha Pertamina sudah benar. Selain karena Pertamina 100% sahamnya dikuasai negara, cakupan bisnis dan aset perusahaannya juga lebih besar. “PGN jadi anak perusahaan Pertamina. Anak perusahaan boleh sahamnya sebagian dimiliki pihak lain,” kata dia.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN telah memutuskan menggabungkan PGN ke Pertamina. Nantinya, saham pemerintah di PGN sebesar 56,96% akan dialihkan ke Pertamina. Saat ini, saham publik di PGN sebesar 43,04%.

Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan Pertamina melihat dari semua sisi pembentukan holding BUMN energi akan memberikan efek positif bagi semua stakeholder yang terlibat. Selain itu, karena menyangkut kepentingan nasional, masyarakat juga yang akan diuntungkan. “Infrastruktur gas akan lebih terintegrasi, baik pipa transmisi atau distribusi, dan efisiensi terjadi sehingga harga gas akan turun,” kata dia, Selasa (17/5).

Pertamina merupakan BUMN terbesar di Indonesia dengan total aset pada akhir 2015 sebesar US$45,5 miliar. Pertamina merupakan perusahaan energi yang memiliki bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Pertamina telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sekitar 1.900 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.

Pertamina bersama mitra dari dalam dan luar negeri juga mengoperasikan Donggi Senoro LNG Plant yang memproduksi LNG. DSLNG tercatat mendapat pasokan gas alam dari PT Pertamina EP area Matindok, JoB PHE-Medco Tomori Sulawesi. Melalui PT Badak NGL, Pertamina juga mengoperasikan LNG Plant yang memproduksi LNG dan ekses LPG di Bontang, Kalimantan Timur.
 
Sementara itu untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anak usahanya, PT Nusantara Regas, perusahaan hasil sinergi Pertamina dan PGN saat ini. Pertamina juga telah mengoperasikan fasilitas Terminal Penerima, Hub, dan Regasifikasi LNG di Arun melalui afiliasi PT Perta Arun Gas. (RA/RI)