JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS), emiten transmisi dan distribusi gas, akan mendapat akses gas langsung ke sumbernya melalui holding BUMN energi. Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari Reforminer Institute, mengatakan bagi PGN penggabungan ke dalam Pertamina akan memberikan dampak positif terhadap akses pasokan gas dari hulu.

“Dengan menjadi bagian dari Pertamina peluang mendapat akses pasokan gas menjadi lebih besar,” ujar Komaidi, Selasa (5/7).

Perusahaan Gas Negara atau PGN tercatat mengoperasikan jalur pipa distribusi gas sepanjang lebih dari 3.750 km dan jalur pipa transmisi gas bumi yang terdiri dari jaringan pipa bertekanan tinggi sepanjang sekitar 2.160 km yang mengirimkan gas bumi dari sumber gas bumi ke stasiun penerima pembeli.

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) yang akan menjadi induk usaha PGN telah berinvestasi cukup signifikan dalam pembangunan pipa transmisi demi menjamin monetisasi cadangan hulu dan optimasi produksi gas nasional. Di hulu (upstream), perseroan mengoperasikan sejumlah ladang gas dengan produksi rata-rata sebesar 1.700 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Bahkan, Pertamina pada 2018 akan menjadi operator sekaligus pemegang hak partisipasi terbesar di blok gas terbesar di Indonesia, Blok Mahakam di Kalimantan Timur.

Pertamina bersama mitra dari luar negeri dan lokal juga mengoperasikan PT Donggi Senoro LNG (DSLNG) yang memproduksi LNG. DSLNG tercatat mendapat pasokan gas alam dari PT Pertamina EP area Matindok, PT Pertamina Hulu Energi Tomori Sulawesi, dan perusahaan lainnya.Sementara itu untuk midstream, Pertamina memiliki dan mengoperasikan kilang penerima LNG melalui anak usahanya, PT Nusantara Regas. Pertamina menguasai 60% saham PT Nusantara Regas dan 40% sisanya dikuasai badan usaha lainnya. Perusahaan juga mengoperasikan kilang-kilang LPG yang dioperasikan PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.

Penggabungan PGN ke Pertamina juga akan membuat pembangunan infrastruktur gas akan lebih terintegrasi. Saat ini infrastruktur gas yang masih minim dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat harga gas domestik tinggi. Padahal, dengan produksi gas nasional yang cukup besar, seharusnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan domestik.

“Receiving gas terminal dan jaringan pipa-pipa gas ke industri dan rumah tangga harus dibangun holding BUMN energi. Baru bisa menekan harga gas,” ujar Herman Kasih, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan untuk menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) atau PGN ke dalam PT Pertamina (Persero) yang juga menjadi holding BUMN energi. Realisasi penggabungan kedua BUMN saat ini menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah tentang pembentukan holding BUMN.Penggabungan PGN ke Pertamina akan membuat operasional yang makin efisien, keuntungan yang bisa diperoleh juga berpotensi makin besar. Dengan keuntungan yang makin besar, investasi yang bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur gas juga berpotensi meningkat pesat.

Tahun ini Pertamina menganggarkan belanja modal US$366,3 juta untuk pemanfaatan gas atau 6,9% dari total investasi perseroan yang mencapai US$5,31 miliar. Sementara itu, belanja modal PGN tahun ini sekitar US$ 500 juta.(RA/RI)