JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong  konsistensi keberpihakan kebijakan untuk membangun hilirisasi mineral tambang dan pengembangan industri logam dasar. Hal ini sejalan dengan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 yang disahkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 14/2015.

Johnny Darmawan, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, menilai RIPIN telah mengamanatkan hilirisasi mineral tambang dengan percepatan pembangunan smelter, maka proses industrialisasi Indonesia akan selangkah lebih maju.

“Implementasi RIPIN tentunya harus ada dukungan semua pihak. Misalnya, masalah sarana infrastruktur dan pasokan listrik yang belum memadai masih menjadi salah satu kendala,  terutama dalam pembangunan smelter perlu dukungan dan keberpihakan pemerintah,” ujar Johnny di Jakarta, Rabu (7/2).

Menurut dia, kesuksesan hilirisasi mineral tambang harus ditandai dengan penyerapan produk smelter dalam negeri oleh industri hilir berbasis mineral logam, seperti industri logam dasar. Tanpa adanya industri manufaktur berbasis mineral logam, maka hilirisasi mineral tambang tetap tidak akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi.

Johnny mengatakan, saat ini pertumbuhan industri logam masih terhambat oleh biaya produksi dan bahan baku yang masih harus diimpor. Biaya produksi industri logam dasar mengalami kendala berupa harga gas alam di Indonesia yang tinggi,  mencapai US$9,5 per MMBTU. Harga tersebut masih lebih mahal dibanding di Jepang dan Rusia yang hanya US$ 6,3 per MMBTU, termasuk dibanding dengan negara-negara di ASEAN.

Hambatan lainnya, industri logam dasar adalah awal dari progam hilirisasi yang berbasis mineral logam, dan hingga kini belum diatur lebih lanjut sektor yang berwenang membuat regulasi.

Peran pemerintah melalui BUMN juga dinilai masih kurang dalam pembangunan Industri berbasis mineral logam.

“BUMN perlu bersatu dan hadir secara khusus untuk membangun industri logam dasar dan industri hilirnya,” tandas Johnny.(RA)