JAKARTA – Rencana pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan reformulasi penetapan tarif listrik dinilai sangat wajar. Hal ini mengingat formula yang ditetapkan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang.

“Selama ini formula penetapan tarif dengan memasukan tiga variabel utama, yakni inflasi, kurs rupiah dan harga minyak mentah Indonesia. (Indonesia Oil Crude Price/ICP).

Penggunaan variabel ICP lantaran pada saat itu proporsi penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel masih sangat besar. Sekarang kondisinya sudah berubah secara signifikan,” kata Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas di Jakarta, Kamis (1/2).

Menurut dia, penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel semakin menurun hingga kini tinggal sekitar 6% dari total energi primer yang digunakan. Sedangkan, penggunaan energi batu bara meningkat pesat hingga mencapai sekitar 57%. Dengan perubahan proporsi penggunaan energi dasar itu, maka formula penetapan tarif sebelumnya sudah tidak lagi relevan, sehingga perlu reformula yang memasukkan Harga Batubara Acuan (HBA), selain ICP dalam formula baru.

Fahmy menambahkan, penetapan formula dengan memasukkan HBA merupakan salah satu pertimbangan dalam penetapan tarif listrik di Indonesia. Selain pengunaan formula itu, penetapan tarif listrik sesungguhnya merupakan kebijakan yang ditetapkan oemerintah dengan persetujuan DPR. Kendati berdasarkan formula baru tarif listrik harus naik, tetapi pemerintah bisa saja menetapkan tarif listrik tidak dinaikkan dengan pertimbangan tertentu.

“Pertimbangannya, agar tarif listrik terjangkau dan agar industri dalam negeri bisa lebih kompetitif dalam bersaing di pasar global,” kata Fahmy.

Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik lebih didasarkan untuk mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yakni penurunan inflasi dan meningkatkan daya beli rakyat. Konsekuensinya, beban PT PLN (Perserodan) akan semakin berat lantaran tarif listrik tidak dinaikkan di tengah melonjaknya harga batu bara dunia.

Fahmy mengatakan, untuk meringankan beban PLN maka pemerintah bisa menempuh upaya untuk mengendalikkan harga batu bara dengan menetapkan HBA dalam skema Domestic Market Obligation (DMO). Dalam skema DMO, HBA batu bara yang dijual kepada PLN sebagai energi dasar pembangkit listrik ditetapkan pemerintah. Sedangkan, batu bara yang dijual di luar PLN dan diekspor, harganya ditetapkan berdasarkan mekanisme pasar.

Reformula dengan memasukan HBA seharusnya tidak serta-merta menaikkan tarif listrik yang menyebabkan tarif listrik tidak terjangkau.

“Tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif listrik dalam waktu dekat ini. Paling tidak hingga 31 Maret 2018, pemerintah tidak menaikkan tarif listrik,” kata Fahmy.(RA)