JAKARTA – Biaya proyek pengembangan proyek Indonesia Laut Dalam (Indonesia Deepwater Development/IDD) yang sebelumnya  diklaim telah disepakati pemerintah dan PT Chevron Pacific  Indonesia kembali berubah.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan dalam kurun waktu 24 jam Chevron memberikan angka biaya proyek yang berbeda-beda.

“Chevron memberikan angka yang berubah-ubah dalam hitungan 24 jam,” kata Arcandra di Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (28/6).

Arcandra menyesalkan tindakan perusahaan sekelas Chevron tersebut. Pasalnya perubahan angka biaya proyek terjadi dalam jumlah yang sangat signifikan, jauh berbeda dengan kesepakatan yang dicapai antara pemerintah dan Chevron. Kesepakatan tersebut dicapai saat kunjungan tim Kementerian ESDM yang dipimpin  Arcandra saat berkunjung ke kantor pusat Chevron dan Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

“Berubahnya dalam hitungan billlion (miliar dollar),” tukas dia.

Seiring perubahan pengajuan angka proyek tersebut, Chevron terkesan tidak serius. Padahal, Rabu malam (26/6), Arcandra percaya diri dengan kesepakatan yang ada karena  kesepakatan pemangkasan biaya mencapai sekitar US$ 6 miliar dari total biaya sebelumnya yang ditaksir mencapai US$ 12,8 miliar.

Selain itu pemerintah juga memberikan tenggat waktu kepada Chevron untuk menyerahkan dokumen rencana pengembangan (plan of development/PoD) IDD tahap kedua lapangan Gendalo-Gehem.

Menurut Arcandra, pemerintah tidak akan tinggal diam dengan tindakan Chevron dan meminta tim perusahaan asal Amerika Serikat itu untuk kembali menyiapkan proposal baru dengan angka pasti yang dinantikan pada Jumat (29/6).

PoD IDD tahap kedua sebenarnya sudah sempat disetujui pemerintah pada 2008.  Namun seiring perjalanan waktu pada 2013 setelah tahap front end engineering design (FEED), biaya yang dibutuhkan proyek tersebut meningkat menjadi sekitar US$ 12,8 miliar. Mulai melonjaknya harga minyak jadi alasan Chevron melakukan revisi PoD tersebut.

Evaluasi komperehensif terhadap proposal PoD Chevron akan dilakukan guna memastikan biaya pengembangan yang wajar dan tidak merugikan negara. Pasalnya, proyek IDD masih menggunakan skema cost recovery.

“Pemerintah akan berjuang mencari angka benar dan masuk akal karena ini menggunakan cost receovery. Kalau kita enggak kuat, cost recovery kita jeblok,” tegas Arcandra.

Proyeksi produksi gas dari lapangan Gendalo – Gehem ini memang cukup signifikan. Bahkan IDD juga termasuk dalam proyek strategi nasional (PSN) sehingga berbagai kemudahan juga sudah disiapkan pemerintah.

Pada kajian awal  IDD Gendalo diperkirakan bisa memproduksi gas sekitar 500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), sedangkan Gehem memiliki produksi sebesar 420 MMSCFD.(RI)