PALEMBANG– Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin telah menetapkan dan menunjuk  Kepala Kepolisian Resor Musi Banyuasin (Muba), Sumsel AKBP Rahmat Hakim untuk memimpin pengambilalihan dan penutupan 17 sumur minyak milik Pertamina EP Asset 1 Field Ramba, unit operasional PT Pertamina EP, di Kelurahan Mangunjaya Kecamatan Babattoman, Muba yang diserobot dan dikuasai oleh oknum masyarakat. Pengambilalihan dan penutupan sumur minyak tersebut dijadwalkan berlangsung selama dua hari, Selasa (21/11) dan Rabu (22/11).

Berdasarkan surat Gubernur Sumsel Alex Noerdin Nomor 713/KPTS/DESDM/2017 tertanggal 13 November 2017 tentang  Pembentukan Tim Terpadu dalam Rangka Sosialisasi dan Pengambilalihan terhadap 17 sumur minyak Pertamina EP Asset 1 Field Ramba di Kelurahan Mangunjaya, Kecamatan Babatttoman, Kabupaten Muba yang salinannya diperoleh Dunia-Energi, Kapolres Muba ditunjuk sebagai ketua tim bidang pengambilalihan dan penutupan 17 sumur minyak milik Pertamina EP Asset 1 Field Ramba.

Dalam pelaksanaan tugas, Kapolres dibantu oleh wakil ketua tim, yaitu Dandim 0410/Muba Letnan Kolonel CZI dengan 13 unsur anggota yang antara lain terdiri atas unsur Kodam II/Sriwijaya, Polda Sumsel, Kejaksaan Negeri Muba, Dinas ESDM Sumsel, Pertamina Ep Asset 1 Field Ramba, dan Pamong Praja Muba dan Sumsel.

Gubernur Alex Noerdin dalam suratnya  menyatakan Pemprov Sumsel telah menunjuk Kepala Dinas ESDM Sumsel Robert Heri sebagai Ketua Tim dan Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Sumsel sebagai Sekretaris.  Adapun bidang sosialisasi dan pembinaan diketuai Sekretaris  Dinas ESDM Sumsel dan Wakil Ketua Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumsel. Tim terpadu ini melaksanakan sosialisasi dan pembinanaan serta pengambilalihan dan penutupan terhadap 17 sumur minyak milik Pertamina EP Asset 1 Field Ramba dan melaporkan persiapan dan pelaksanaan  kegiatan kepada gubernur.

“Segala biaya yang timbul akibat diterapkannya keputusan ini dibebankan pada sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat,” ujarnya.

Muhammad Baron, Manajer Humas Pertamina EP, mengatakan secara teknis penutupan 17 sumur akan dilakukan mulai Selasa (21/22) hingga Rabu (22/11). Penertiban atas sumur milik negara yang dikelola Pertamina EP Asset 1 Field Ramba oleh oknum masyarakat tersebut dilakukan oleh tim terpadu sesuai dengan SK Gubernur Sumsel No 713/KPTS/DESDM/2017 Tangal 13 November 2017. Dalam beleid tersebut, Gubernur Sumsel, menurut Baron, telah berkoordinasi dan menetapkan langkah-langkah strategis untuk pengambilalihan dan penutupan sumur tersebut.

“Kami sangat apresiasi bagi tim terpadu yang sangat aktif mendukung kegiatan ini. Terlebih, Kapolres Muba sebagai ketua bidang pengambilalihan dan penutupan telah menyusun strategi yang dikoordinasikan kepada Pemkab, Dinas ESDM, Pertamina EP, SKK Migas, Satpol PP, Kodim 0401, Kejaksaan Negeri, dan instansi-instansi terkait melalui rapat koordinasi teknis penutupan sumur,” katanya.

Menurut Baron, kegiatan pengeboran minyak secara ilegal, termasuk penyerobotan sumur minyak milik negara adalah perbuatan melawan hukum. Selain menyalahi Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan tersebut juga melanggar UU No 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup.

Proses penertiban sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba memang  memakan waktu panjang. Awalnya ada 104 sumur minyak di wilayah kerja Pertamina EP Asset 1 Field Ramba yang  diserobot oleh masyarakat. Namun, melalui proses sosialisasi, pembinaan, dan penertiban jumlah sumur yang telah ditutup mengalami peningkatan signifikan.

Archandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, sebelumnya mengaku gusar atas praktik penyerbotan sumur minyak dan pengeboran minyak secara ilegal, baik di wilayah kerja milik kontraktor kontrak kerja sama (KKS) maupun di luar wilayah yang dikelola KKKS. Praktik pengeboran minyak apalagi dengan menyerobot sumur  yang menjadi aset negara yang dikelola oleh KKKS adalah  perbuatan melanggar Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sehingga pelakunya harus segera ditindak.

Menurut dia, praktik pengeboran minyak di wilayah kerja KKKS maupun penyerbotan  sumur minyak yang dikelola KKKS tidak  dapat dibenarkan. Sesuai UU Migas, kegiatan pengeboran minyak  dilakukan oleh perusahaan yang telah menandatangani kontrak kerja sama dengan pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Sesuai pasal 52 UU Migas, pelaku illegal drilling diancam kurungan penjara lima tahun dan denda hingga Rp 60 miliar. (APS)