Pertambangan nikel di Indonesia.

JAKARTA – Kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), produsen nikel dalam matte, pada 2017 diperkirakan akan sangat dipengaruhi pergerakan harga nikel dunia. Apalagi pada tahun lalu, laba bersih Vale anjlok menjadi US$1,9 juta dibanding raihan 2015 yang mencapai US$50,5 juta.

Vale mencatat pendapatan US$584,14 juta sepanjang tahun lalu, turun dibanding 2015 yang mencapai US$789,74 juta. Selain karena volume penjualan nikel dalam matte yang menurun dari 82.907 metrik ton pada 2015 menjadi 78.796 MT pada tahun lalu, anjloknya harga jual rata-rata dari US$9.526 per MT menjadi US$7.396 per MT menambah tekanan pada pendapatan perseroan.

Vale merupakan perusahaan yang memproduksi nikel dalam matte, yang merupakan produk antara bijih lateretik pada fasilitas-fasilitas penambangan dan pengolahan terpadu di Sorowako, Sulawesi Selatan

Nico Kanter, Chief Executive Officer dan Presiden Direktur Vale Indonesia, mengatakan harga nikel pada 2017 diperkirakan masih berada pada tingkat yang rendah, terutama karena tingginya persediaan, baik di London Metal Exchange (LME) maupun Shanghai Future Exchange.

“Selain itu, adanya ketidakpastian di pasar nikel global mengenai kuota ekspor bijih dari Indonesia akan menambah volume atau sekadar menggantikan pasokan bijih dari Filipina ke China yang semakin berkurang,” ungkap Nico.

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang merupakan revisi keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara telah memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah.

Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 Tahun 2017, nikel kadar rendah merupakan satu dari tiga komoditas yang diperbolehkan untuk diekspor. Dua komoditas lainnya adalah bauksit kadar rendah dan seng.

Menurut Nico, pengalaman 2016 menunjukkan pentingnya perseroan tetap fokus pada optimalisasi kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya.

Laporan keuangan perseroan yang dirilis akhir pekan lalu menyebutkan beban pokok Vale pada tahun lalu turun dari US$671,39 juta menjadi US$550,01 juta.

Menurut Nico, penurunan beban pokok pendapatan terutama didorong penurunan biaya-biaya bahan bakar, bahan pembantu dan jasa yang sedikit banyak terkompensasi oleh kenaiakan biaya karyawan, depresiasi, amortisasi dan deplesi. Biaya bahan bakar yang mengalami penurunan sebesar 38 persen memberikan kontribusi lebih dari 47 persen dari penurunan beban pokok pendapatan.

“Selain mendapat keuntungan dari harga minyak dunia yang rendah, kami juga memperbaiki praktik pengadaan, terutama untuk pembelian bahan strategis seperti diesel dan HSFO (minyak berkadar sulfur tinggi),” kata Nico.(AT)