Salah satu praktik konsumsi BBM bersubsidi yang salah sasaran. Mobil mewah ini tidak seharusnya masuih menggunakan premium yang harganya disubsidi oleh pajak, termasuk pajak yang dibayarkan rakyat miskin.

Salah satu praktik konsumsi BBM bersubsidi yang salah sasaran. Mobil mewah ini tidak seharusnya masih menggunakan premium yang harganya disubsidi oleh pajak, termasuk pajak yang dibayarkan rakyat miskin.

JAKARTA – Menyusul keputusan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak agar salah sasaran konsumsi yang selama ini terjadi, segera diatasi dengan serius.     

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Rofi’ Munawar mengatakan, publik selama ini dihadapkan pada wacana BBM bersubsidi salah sasaran, sehingga harganya perlu dinaikkan mendekati harga keekonomian.

Namun seiring dengan keluarnya keputusan menaikkan harga itu, problem BBM subsidi salah sasaran harus diatasi dengan serius. “Realitasnya, kami melihat tidak pernah ada upaya serius dari pemerintah, untuk menyelesaikan persoalan salah sasaran tersebut,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2013.  

Rofi’ menuturkan, hingga saat ini, penimbunan BBM bersubsidi yang mengakibatkan kelangkaan stok, masih terus terjadi. Upaya pengendalian konsumsi BBM lewat pengembangan energi alternative pun jalan di tempat.

Rofi’ tak menampik, PT Pertamina (Persero) telah mengantisipasi melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi, akibat aksi panik pasca DPR menyetujui kenaikan harga. Yakni dengan menjaga ketersediaan BBM untuk 18 hari ke depan, dan menambah persedian 10% lebih besar dari biasanya. Pertamina juga memperkirakan, peningkatan pembelian pasca keputusan menaikkan harga paling tinggi terjadi dalam 3-4 hari ini, yakni sekitar 4% dari kebutuhan normal.

“Namun kenyataannya hari ini sudah terjadi kelangkaan BBM bersubsidi di berbagai daerah,” tandasnya. Kondisi ini, kata Rofi’, menunjukkan bahwa keputusan menaikkan harga, belum diikuti upaya yang serius untuk mengatasi penyelewengan BBM bersubsidi, maupun penggunaan yang tidak tepat sasaran.  

“Mitigasi risiko pemerintah dalam mengantisipisi rencana kenaikan harga BBM tidak maksimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelangkaan dan antrian yang panjang di berbagai daerah menjelang kenaikan  harga BBM yang sudah disepakati DPR Senin lalu,” ungkapnya.

Tercatat pada Rabu, 19 Juni 2013, masyarakat di Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) semakin sulit mendapatkan BBM untuk nelayan, angkutan kota, serta ojek. Demikian pula terjadi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, kehabisan stok bahan bakar minyak bersubsidi untuk jenis premium dan solar.

Ia menambahkan, pemerintah telah gagal dalam mengelola kepercayaan publik, terkait berbagai kebijakan energi nasional di hulu maupun hilir. Jika kenaikan dianggap menjadi solusi jitu pemerintah dalam menekan subsidi energi di APBN, seharusnya tidak boleh mempengaruhi ketersediaan BBM bersubsidi di masyarakat saat ini.

“Menjelang kenaikan kita lihat penimbunan dan kelangkaan masih terjadi, tentu dampaknya akan membuat masyarakat mengalami beban ekonomi yang luar biasa berat.“ keluh Rofi’.

Sebelumnya, seperti diberitakan Dunia Energi pada Senin, 3 Juni 2013, Pertamina memaparkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan diikuti oleh penerapan “Sistem Monitoring dan Pengendalian (SMP) Bahan Bakar Minyak (BBM)” menggunakan “Smart Card”.

Namun memang penerapannya tidak dilakukan berbarengan dengan keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. Pertamina sendiri baru akan mulai menerapkan Smart Card SMP BBM pada SPBU-SPBU di Jakarta (daerah pertama pelaksanaan SMP BBM) pada Juli 2013.

Toh demikian, Pertamina meyakinkan bahwa SMP BBM lewat Smart Card itu akan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia, secara bertahap hingga 2014. Setelah Jakarta, wilayah yang menjadi prioritas penerapan SMP BBM adalah Kalimantan. (Link berita terkait: https://www.dunia-energi.com/smart-card-smp-bbm-dijadwalkan-mulai-diterapkan-juli-2013-di-jakarta/)

Menurut catatan Dunia Energi, Kalimantan memang salah satu daerah yang tingkat penyelewengan BBM bersubsidinya paling tinggi. Di seluruh wilayah Kalimantan, berlangsung praktik pembelian BBM bersubsidi dalam jumlah besar di SPBU, untuk kemudian dijual kembali ke perkebunan atau pertambangan, yang mestinya menggunakan BBM non subsidi. Ditengarai banyak oknum aparat yang turut menjadi backing kegiatan penyelewengan BBM bersubsidi ini.       

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)