JAKARTA – Harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) menguat 8,0 sen menjadi US$47,37 per barel pada pukul 17.51 GMT seiring pulihnya permintaan di Amerika Serikat setelah terpukul oleh pengurangan aktivitas kilang sejak Badai Harvey melanda  pada 25 Agustus lalu.

Disisi lain, harga minyak mentah Brent  turun 41 sen menjadi US$52,34  per barel pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) karena sebagian beralih dari pasar minyak mentah ke aset-aset yang dianggap lebih aman, seperti emas, menyusul uji coba nuklir Korea Utara kuat.

Sementara kontrak berjangka bensin NYMEX RBc1 turun 3,28 persen menjadi 1,6906 dolar AS per galon, level yang terakhir terlihat pada 25 Agustus.

Kerusakan infrastruktur minyak di Gulf Coast akibat Badai Harvey tampak kurang luas dibanding yang dikhawatirkan banyak orang.

Kilang-kilang utama, yang mengubah minyak mentah menjadi produk olahan seperti bensin dan bahan bakar jet, secara bertahap melanjutkan operasinya pada Senin (4/9).

Colonial Pipeline, sistem bahan bakar Amerika terbesar, memulai kembali segmen distilasi dari jaringan pipanya dari Texas ke New Jersey.

Jaringan pipa bensinnya akan kembali beroperasi pada Selasa (5/9) waktu setempat, kata perusahaan itu.

Analis di JBC Energy yang berbasis di Wina dalam laporannya menyebut gangguan dari Badai Harvey di Gulf Coast AS secara bertahap pulih kembali. Dalam skema yang lebih luas, tampak bahwa sejauh ini industri energi terhindar dari kerusakan besar pada aset dan infrastruktur.

“Namun, beberapa kilang di wilayah Houston kemungkinan akan tetap tak beroperasi beberapa waktu lebih lama.”

Dan sementara pemerintah AS membuka cadangan minyak strategisnya untuk pertama kali dalam lima tahun terakhir pekan ini, kepala Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan badan pengawas energi global tidak melihat perlunya pelepasan stok minyak internasional yang terkoordinasi setelah Harvey.

Gubernur Texas Greg Abbott memperkirakan kerugian US$150 miliar  hingga US$180 miliar akibat badai itu, menyebutnya lebih besar daripada kerugian akibat Badai Katrina atau Sandy, yang melanda New Orleans pada 2005 dan New York pada 2012.

Para pedagang juga mengamati perkembangan di Korea Utara dengan cemas setelah militer negara itu melakukan uji coba nuklir keenam selama akhir pekan. Pyongyang mengatakan telah menguji sebuah bom hidrogen canggih untuk rudal jarak jauh, yang mendorong ancaman respons militer besar-besaran oleh Amerika Serikat jika atau sekutunya diancam.

Hal tersebut menekan harga minyak mentah karena para pedagang memindahkan uang dari minyak – yang dipandang berisiko tinggi – ke emas berjangka, yang secara tradisional dilihat sebagai tempat yang aman bagi investor. (AT/ANT)