NEW YORK– Harga minyak mentah globak jatuh pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), dengan minyak berjangka AS menetap di bawah 70 dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam sebulan, setelah persediaan AS naik 6,5 juta barel, hampir tiga kali lipat dari perkiraan para analis, sementara ekspor turun.

Minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November turun 2,17 dolar AS atau 3,0 persen, menjadi menetap di 69,75 dolar per barel di New York Mercantile Exchange.

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember juga merosot di bawah 80 dolar AS per barel, kehilangan 1,36 dolar AS atau 1,7 persen menjadi menetap di 80,05 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.

Patokan global Brent diperdagangkan hampir tujuh dolar AS di bawah level tertinggi empat tahun di 86,74 dolar AS per barel yang tercapai pada 3 Oktober 2018

Harga minyak telah meningkat pekan ini di tengah kekhawatiran tentang sanksi-sanksi terhadap Iran dan ketegangan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi setelah kematian wartawan Saudi, Jamal Khashoggi.

“Penurunan harga hari ini di bawah dukungan yang kami perkirakan pada level 70 dolar AS akan tampak mengatur pembelian untuk lingkungan harga yang lebih lemah dari yang kami perkirakan,” kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters yang dilansir antaranews.com.

Direktur berjangka di Mizuho di New York, Bob Yawger, mengatakan beberapa spekulan mungkin tertarik untuk keluar ketika harga di bawah 70 dolar AS, yang dapat mengutamakan aksi jual.

Volume berada di atas rata-rata pada Rabu (17/10), dengan lebih dari 627.000 kontrak minyak mentah AS berpindah tangan, dibandingkan dengan rata-rata harian 10 bulan sekitar 583.000 kontrak.

Stok minyak mentah AS naik 6,5 juta barel pekan lalu, merupakan pertumbuhan mingguan keempat berturut-turut, sementara ekspor turun menjadi 1,8 juta barel per hari, kata Badan Informasi Energi AS (EIA), dalam sebuah laporan yang oleh para analis dicirikan sebagai “bearish”.

Persediaan naik tajam sekalipun ketika produksi minyak mentah AS turun 300.000 barel per hari menjadi 10,9 juta barel per hari pekan lalu, yang oleh para analis dikaitkan dengan dampak dari penutupan sementara fasilitas lepas pantai akibat Badai Michael.

“Tanda lebih tinggi dalam kegiatan penyulingan dan penurunan produksi karena aktivitas badai di Teluk, tidak cukup untuk menghentikan kenaikan persediaan keempat berturut-turut,” kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData di Louisville, Kentucky.

Skandal mengenai hilangnya kritikus dan jurnalis terkemuka Arab, Jamal Khashoggi, yang hilang dua minggu lalu setelah memasuki kantor konsulat Saudi di Istanbul, Turki, mendukung pasar minyak pada awal pekan ini.

Para anggota parlemen AS menunjuk jari pada kepemimpinan Saudi, menyatakan pengenaan sanksi-sanksi bisa menjadi mungkin.

Tekanan Barat meningkat terhadap Riyadh untuk memberikan jawaban, tetapi komentar Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Gedung Putih tidak dapat mengambil tindakan tambahan terhadap Saudi, terutama setelah Arab Saudi mengatakan akan melakukan penyelidikan.

Pada Rabu (17/10), Trump menyangkal bahwa dia memberikan perlindungan kepada Saudi, dan bahwa hasil penyelidikan atas kematian Khashoggi harus diketahui dalam waktu satu minggu.

Investor khawatir Arab Saudi bisa menggunakan pasokan minyak untuk membalas kritik. Langkah seperti itu akan mengacaukan pasar, karena Saudi belum menggunakan minyak sebagai senjata kebijakan sejak embargo minyak pada awal 1970-an, dan pasar sudah mengantisipasi berkurangnya pasokan ketika sanksi-sanksi terhadap ekspor minyak Iran dimulai pada 4 November.

Iran telah menuduh Arab Saudi dan Rusia melanggar perjanjian yang dipimpin OPEC tentang pengurangan produksi dengan memproduksi lebih banyak minyak mentah, yang akan merugikan pangsa pasar mereka. (RA)