WASHINGTON – Pengetatan ikat pinggang tampaknya bakal terus dilakukan perusahaan migas. Pasalnya, harga minyak masih belum menunjukkan tanda-tanda menguat. Diprediksi harganya bisa meluncur hingga di bawah US$ 20 per barel.

Setidaknya itu yang tertuang dalam riset Goldman Sachs. Bank investasi itu kembali memangkas proyeksinya untuk harga minyak dunia tahun ini.

“Kami melihat harga minyak masih akan turun sampai produksi dikurangi, karena produksi yang tinggi ini merusak mekanisme pasar. Hal ini memicu penurunan harga minyak jenis brent hingga US$ 20 per barel,” kata riset Goldman Sachs.

Fenomena lain yang patut diwaspadai lainnya adalah suplai minyak yang melimpah tapi tempat penyimpannya yang mulai terbatas. Selama Januari hingga Agutsus tahun ini, industri minyak dunia sudah menambah kapasitas penyimpanan hingga 240 juta barel. Kapasitas penyimpanan di luar China menjadi sebanyak 375 juta barel. Sampai akhir tahun akan dibangun lagi tempat penyimpanan dengan kapasitas 240 juta barel.

“Jika produksi minyak AS atau dunia tidak diturunkan untuk mencapai keseimbangan, maka kapasitas penyimpanan minyak akan mulai penuh dan memberikan tekanan baru (terhadap harga),” kata Kepala Riset Perdagangan Komoditas Goldman Sachs, Jeffrey Currie, seperti dilansir CNBC, Minggu (13/9).

Menurut dia, harga minyak US$ 20 per barel itu bukan merupakan batas bawah. Koreksi harga minyak dunia masih akan terjadi sampai akhir tahun ini.

Goldman memangkas prediksi harga minyak untuk kontrak satu bulan, tiga bulan, enam bulan, hingga 12 bulan untuk minyak jenis WTI menjadi masing-masing US$38, US$42, US$40, US$45 per barel. Sebelumnya US$45, US$49, US$54, dan US$60..

Sementara harga minyak brent untuk pengiriman Oktober turun 75 sen menjadi US$ 48,14 per barel pada perdagangan Jumat. Sedangkan WTI jatuh US$ 1,29 ke posisi US$ 44,63 per barel.(DR)