JAKARTA – Pemerintah akan menambah anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk membantu keuangan badan usaha penyalur yang tidak bisa merubah harga BBM sesuai kenaikan harga minyak dunia. Jika harga crude menembus US$70 per barel, pemerintah akan mengajukan usulan tambahan subsidi BBM.

“Subsidi solar kan Rp 500, ya bisa saja kalau harga minyak naik terus, tapi kan tetap turun sedikit lagi. Kalau tiba-tiba cukup signifikan dan bisa berdampak luas, tentu pemerintah mempertimbangkan aspek fiskal,” kata Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (27/2).

Harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,19 menjadi US$67,5 per barel atau yang tertinggi dalam tiga minggu terakhir. Untuk harga West Texas Intermediate (WTI) juga naik US$0,36 menjadi US$63,91, setelah sempat menyetuh level tertinggi dalam 20 hari terakhir, US$64,24 per barel.

Menurut Ego, pemerintah masih belum mau gegabah karena harga minyak bergerak masih fluktuatif. Kebijakan nantinya diharapkan tidak berdampak negatif terhadap masyarakat maupun badan usaha.

Pemerintah tidak ingin daya beli masyarakat terganggu di sisi lain keuangan perusahaan atau badan usaha penyalur BBM subsidi juga diharapkan tidak terlalu terdampak dengan pergerakan dan fluktuasi harga minyak.

“Ya kalau melihat daya beli masyarakat, kami tidak ingin lah (terganggu). Pemerintah kan pasti monitor,” kata Ego.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan harus dilakukan berbagai pembahasan sebelum memutuskan naik atau tidaknya harga BBM. Sejak akhir 2017, pemerintah mengkaji untuk merubah formulasi penetapan harga BBM. Namun sampai sekarang belum juga ada perubahan yang dimaksud. “Nantilah, harus hati-hati kalau soal harga BBM ini,” tandas Arcandra.(RI)