NEW YORK– Harga minyak mentah naik ke level tertingginya dalam sepekan pada akhir perdagangan Selasa atau Rabu (22/8) pagi WIB didukung oleh prospek sanksi-sanksi AS terhadap Iran, meskipun perselisihan perdagangan antara Washington dan Beijing mempertahankan para pedagang dan analis berhati-hati.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober naik US$42 sen menjadi menetap di US$72,63 per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global itu, sebelumnya mencapai US$72,95 per barel, level tertinggi sejak 14 Agustus 2018.

Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, kontrak teraktif, naik US$42 menjadi ditutup di US$ 65,84 per barel di New York Mercantile Exchange. Kontrak September yang berakhir pada Selasa (21/8) ditutup US$92 sen lebih tinggi menjadi US$67,35 per barel.

Premi WTI September terhadap kontrak Oktober melebar hingga US$1,69 per barel pada Selasa (21/8), setelah menyempit sejak awal Agustus. Terakhir berada di US$1,50 per barel.
Penguatan dalam selisih atau spread ini mengejutkan banyak pedagang, karena September biasanya dilihat sebagai bulan ketika persediaan mulai naik, ketika kilang-kilang mulai merencanakan kegiatan pemeliharaan.

Minyak berjangka memperpanjang keuntungan dalam perdagangan pasca-penyelesaian, setelah data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun 5,2 juta barel pekan lalu, lebih dari tiga kali lipat perkiraan para analis, karena impor turun dan operasi pengilangan meningkat.

Penguatan dalam selisih atau spread ini mengejutkan banyak pedagang, karena September biasanya dilihat sebagai bulan ketika persediaan mulai naik, ketika kilang-kilang mulai merencanakan kegiatan pemeliharaan.

Selisih bulan depan melebar secara signifikan pada Juli, setelah penutupan tak terduga di fasilitas pasir minyak Kanada mengurangi aliran minyak mentah ke Cushing, Oklahoma, titik pengiriman untuk kontrak berjangka AS.

Fasilitas Syncrude sejak itu mulai meningkatkan produksi minyak ringan, yang mengejutkan para pelaku pasar, karena lebih awal dari yang diperkirakan dan menyebabkan mereka melakukan short the market, kata Bob Yawger, direktur berjangka di Mizuho Americas, seperti dilansir Reuters yang dikutip antaranews.com.

Harga minyak telah naik dalam dua sesi terakhir setelah berminggu-minggu menurun, akibat prospek pasokan minyak yang lebih rendah dari Iran. Amerika Serikat sedang berusaha menghentikan ekspor minyak Iran dalam upaya memaksa Teheran untuk merundingkan perjanjian nuklir baru dan untuk mengekang pengaruhnya di Timur Tengah.
Namun demikian, dampak penuh sanksi-sanksi terhadap Iran belum jelas.

Sementara itu, sebagian besar perusahaan-perusahaan energi Eropa cenderung mengurangi minyak Iran sejalan dengan kebijakan Washington, sementara China mengindikasikan akan terus membeli minyak Iran.

BNP Paribas memperkirakan produksi minyak dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), di mana Iran adalah anggotanya, turun dari rata-rata 32,1 juta barel per hari pada 2018 menjadi 31,7 juta pada 2019.

Namun, ekspor minyak dari Irak selatan berada di jalur untuk mencapai rekor tinggi lain bulan ini, dua sumber industri mengatakan, menambahkan hal itu menandai bahwa produsen terbesar kedua OPEC itu mengikuti kesepakatan kelompok untuk meningkatkan produksi.
Washington pada Senin (20/8) menawarkan 11 juta barel minyak mentah dari Cadangan Minyak Strategisnya untuk pengiriman mulai 1 Oktober hingga 30 November. Minyak yang dilepas dapat mengimbangi kekurangan pasokan yang diperkirakan dari sanksi-sanksi terhadap Iran.

Pasar juga terus mengamati perselisihan perdagangan AS-China, yang mengancam akan merusak pertumbuhan global dan, oleh karena itu, konsumsi komoditas industri.
Delegasi China dijadwalkan di Washington minggu ini untuk mencoba menyelesaikan perselisihan tersebut, tetapi Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Reuters pada Senin (20/8) bahwa dia tidak mengharapkan banyak kemajuan dan bahwa penyelesaian perselisihan akan “membutuhkan waktu.”

“Fakta bahwa ada negosiasi awal yang mungkin pada akhirnya mencapai beberapa resolusi adalah positif,” kata Rob Thummel, manajer portofolio di manajer investasi energi, Tortoise Capital. “De-eskalasi daripada eskalasi perang perdagangan akan bermanfaat.” (DR)