JAKARTA – Kekhawatiran sanksi Amerika Serikat terhadap Iran yang berpotensi  membatasi ekspor minyak mentah dari salah satu produsen terbesar di Tengah Timur tersebut merupakan dorong harga minyak terus menguat.

Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juli, menguat ke level US$78,43 per barel, naik 20 sen atau 0,3% di London ICE Futures Exchange pada perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB). Harga minyak sebelumnya mencapai posisi tertinggi satu hari US$79,47 per barel, naik US$1,24 dan merupakan level tertinggi sejak November 2014.

Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni, ditutup 35 sen atau 0,5% lebih tinggi ke level US$71,31 per barel di New York Mercantile Exchange, juga tidak jauh dari tertinggi satu hari di US$71,92, tertinggi sejak November 2014.

Hussein Sayed, Chief Market Strategist FXTM, mengatakan harga minyak mentah Brent mencapai level tertinggi baru dalam tiga setengah tahun terakhir, setelah AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran. Peningkatan 26% dari level terendah Februari sungguh jauh dari ekspektasi, tapi permintaan yang mencapai rekor tertinggi dari Asia, kekhawatiran gangguan pasokan, dan terutama risiko perang antara Iran dan Israel, membuat trader membeli opsi call di harga  US$100. Apabila risiko konfrontasi langsung antara Iran dan Israel telah hilang, fokus pasar akan beralih ke fundamental dan target US$100 sepertinya tidak realistis lagi.

“Permintaan minyak cukup tinggi dan OPEC serta Rusia melampaui ekspektasi pemangkasan pasokan, sehingga harga tampaknya akan tetap tinggi,” kata Sayed.

Dia menambahkan, produksi minyak serpih AS yang tinggi akan terus membatasi harga minyak mentah.

“Risiko negatif paling signifikan untuk harga minyak adalah jika Presiden Trump melakukan intervensi di pasar minyak dengan menekan para anggota OPEC untuk meningkatkan produksi,” kata Sayed.(AT/ANT)