JAKARTA – Pemerintah disarankan untuk melakukan penataan dari sisi administrasi birokrasi dengan menyempurnakan beberapa kebijakan strategis energi dan sumber daya mineral (ESDM), baik dari sisi hulu sampai ke hilir. Kebijakan yang kreatif dan inovatif diperlukan untuk mencari tambahan penerimaan negara dari ruang fiskal yang ada.

“Di antara kebijakan yang bisa dilakukan, adalah penguatan struktur neraca pembayaran nasional,” kata Ryad Chairil, Pengamat Energi dan Pertambangan dari Universitas Indonesia (UI) di Jakarta, baru-baru ini.

Ryad menjelaskan, sebelum 2014 harga komoditas pertambangan jauh lebih baik dari kondisi sekarang. Sehingga, ekspektasi penerimaan negara pasti berbeda.

“Apalagi dengan adanya tekanan berat atas neraca pembayaran nasional, sebagaimana dinyatakan menteri keuangan, maka tekanan pada sektor ESDM pun akan semakin besar,” kata dia.

Menurut Ryad, fokus saat ini adalah mengurangi utang negara dengan meningkatkan penerimaan negara melalui kebijakan investasi, baik asing maupun dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ekspor produk bahan jadi. Untuk itu, pemerintah bisa memberikan banyak insentif untuk investasi sektor pertambangan dengan beberapa persyaratan yang disepakati bersama dengan sektor keuangan.

“Ekspor bahan mentah pertambangan tetap harus dibatasi sampai 2017. Namun, insentif diberikan kepada mereka yang dapat menyelesaikan pembangunan industri smelter-nya dengan memanfaatkan produk-produk dalam negeri dan penggunaan SDM lokal,” tandas Ryad.(RA)